Tulisan ini dimuat di rubrik Plesir majalah Sekar edisi juli-agustus lalu - dengan beberapa editan di sana-sini- terimakasih pak editor ;p ... Nah ini tulisan aslinya, silakan dinikmati.
Akhir Januari 2013, saya
berkesempatan mengunjungi kota Shanghai dan Beijing di China yang tengah
diselimuti salju. Berikut sekilas cerita pengalaman saya.
Nuansa Timur dan Barat di Shanghai
Perjalanan saya dimulai dengan menginjakkan
kaki di Shanghai, salah satu kota tersibuk di daratan China. Selain merupakan
salah satu pusat bisnis dan kota
termodern di China, Shanghai dikenal sebagai kota yang cantik
dengan perpaduan budaya timur dan barat.
Tak hanya ornament khas budaya
setempat dengan nuansa merah menyala
yang saya jumpai di sudut-sudut kota. Namun di trotoar tepi jalan, saya jumpai pula jajaran
café mungil dengan deretan kursi
dan meja yang dinaungi payung besar; mengesankan nuansa yang khas Eropa. Di Shanghai, saya pun terhitung lebih
mudah menjumpai warga asing dibandingkan di Beijing.
Nuansa barat yang mewarnai
pemandangan di Shanghai tidak terlepas dari jejak sejarah dimasa lampau. Secara
geografis Shanghai terletak di dekat sungai
dan sejak dahulu merupakan pusat perdagangan sehingga
memungkinkan interaksi penduduk setempat
dengan para pendatang di berbagai penjuru dunia. Nama Shanghai berasal
dari kata shang yang artinya
di atas dan hai yang berarti laut. Cikal bakal kota Shanghai adalah sebuah kampung
yang sudah berusia sekitar 100 tahun. Melalui perkembangan ekonomi yang sangat
pesat, Shanghai menjelma menjadi kota metropolitan yang modern dengan jumlah penduduk saat ini
mencapai 22 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar 13 jutanya merupakan warga
asli sementara sisanya adalah kaum pendatang dari sejumlah negara termasuk pendatang dari Taiwan yang cukup
memegang peran penting dalam bidang ekonomi.
Shanghai adalah salah satu potret
dari kemajuan bangsa China. Sebagai salah satu kota metropolitan yang
mendunia, Shanghai menunjukkannya dengan jelas melalui banyaknya jalan layang
dan gedung modern pencakar langit.
Jalan-jalan layang yang mulus tampak mendominasi kota, sementara disisi jalan menjulang gedung-gedung tinggi. Di
antara ramainya gedung pencakar
langit, tampak kawasan pemukiman,
ditandai dengan gedung-gedung apartement yang bertingkat banyak dan jemuran
yang melambai-lambai dari sisi-sisi jendela.
Tak hanya modern, sejumlah taman kota yang terawat dan terpelihara
dengan rapi semakin menambah pesona Shanghai.
Aliran sungai Huangpu yang berada di tengah kota membelah Shanghai
menjadi dua bagian, timur dan barat.
Bagian timur merupakan sisi kota yang modern sementara bagian barat kota
adalah old town. Diantara
kedua sisi itu terdapat The Bund yang
merupakan waterfront atau kawasan
kota yang berbatasan langsung dengan sungai
Huangpu. Dengan berdiri di area The Bund kita bisa melihat sisi old town dari kota Shanghai yang dipenuhi
bangunan lama, kuno namun artistik dan sisi kota baru yang terdiri dari
gedung-gedung modern. Sungguh pemandangan yang kontras. Namun, inilah uniknya
Shanghai.
Di sisi timur Shanghai yang
merupakan kawasan mahal dan modern, terdapat salah satu gedung yang sempat menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia, yaitu
Oriental Pearl TV Tower
dengan tinggi sekitar 468 meter. Pengunjung dapat menyaksikan
pemandangan dari atas dengan menaiki lift canggih berukuran superbesar dan
bergerak supercepat. Sungguh mempesona melihat Shanghai yang jelita dimalam
hari dengan gemerlap cahaya dan kilauan
lampu di tepi sungai Huangpu yang terbentang sampai jauh di kegelapan.
Pemandangan Shanghai tidak hanya
cantik oleh warna-warni bunga, café atau
warna-warni lampu kota di malam
hari. Ramainya lalu lalang gadis-gadis Shanghai yang jelita dan modis dengan
berbagai model busana musim dingin
terbaru semakin membuat semarak di tengah suhu dingin yang menggigit.
Di Shanghai sendiri terdapat kaum muslim, meski tidak sebanyak di
Beijing. Terdapat sejumlah masjid di
Shanghai. Salah satunya yang sempat saya singgahi adalah masjid Xiaotaoyuan
yang didirikan tahun 1925. Sementara
untuk kuliner halal, saya sempat menyambangi beberapa restoran China
muslim dengan label halal. Masakan disajikan dengan citarasa perpaduan China
dan timur tengah. Untuk Anda yang sedikit pemilih soal makanan akan lebih baik
membekali diri dengan abon atau makanan kering lainnya karena terkadang ada
bumbu yang rasanya sedikit terlalu tajam dan bisa membuat nafsu makan malah
menurun. Di beberapa restoran muslim ini, saya menemukan makanan khas timur
tengah seperti Kubz dan kebab dengan proses pembuatan yang tidak berbeda dengan
di negara asalnya, lengkap dengan tungku pembakarannya. Kubz sendiri dapat
dicemil sebagai makanan ringan penahan dingin dengan harga sekitar 5 yuan
perlembar (1 yuan = Rp 1600,-).
Untuk wisata belanja, tak lengkap
ke Shanghai apabila belum mampir ke Nanjing Road. Nanjing Road merupakan pedestrian yang ramai dikunjungi
para wisatawan setempat maupun traveller mancanegara; sangat terkenal di Shanghai bahkan di Asia. Dengan trotoar yang sangat lebar dan bebas
lalu lintas kendaraan- kecuali kereta mini yang sesekali lewat- para pejalan
kaki mendapatkan surganya disini. Di sisi kanan dan kiri jalan terdapat berbagai
toko yang menjual beragam produk, utamanya fashion dan produk branded. Di tengah-tengah keramaian Nanjing Road,
saya menemukan pemandangan unik, yaitu adanya sekelompok perempuan dalam balutan mantel musim dingin yang asyik
menari mengikuti alunan music. Tanpa mempedulikan udara dingin dan ramainya
lalu lalang pengunjung, mereka bergerak dengan energik. Pemandangan menarik
lainnya adalah banyaknya wisatawan dari berbagai bangsa yang ditemui di Nanjing
Road. Tempat belanja lain yang sempat saya singgahi adalah Chenghuangmiao
Bazzar. Meski Chenghuangmiao lebih dikenal sebagai tempat wisata kuliner non
halal namun tempat ini cukup recommended
untuk membeli buah tangan. Coba
menelusuri pasar ini lebih ke dalam, maka kita akan menemukan berbagai pernak-pernik dengan harga 10 yuan for all. Oleh-oleh yang
tersedia di Chenghuangmiao sangat beragam. Mulai dari keramik mungil beraneka
bentuk, gantungan kunci, tempelan magnet, pajangan, mainan anak, selendang,
kaos sampai aneka produk kesehatan.
Main salju di Beijing
Beijing adalah tujuan perjalanan
saya selanjutnya. Dengan menumpang speed
train (kereta cepat) perjalanan sekitar 1150 km antara Shanghai-Beijing sebenarnya dapat
ditempuh dalam waktu lima jam saja. Hanya saja, karena salju yang sedang turun
dengan deras di sepanjang perjalanan, membuat laju kereta sedikit terhambat, hingga kami baru tiba di
Beijing sekitar enam jam kemudian. Speed Train ini cukup nyaman dengan harga tiket sekitar 553 yuan untuk perjalanan
Shanghai-Beijing. Sepanjang perjalanan saya melihat hujan salju yang semakin
tebal menutupi seluruh pemandangan menjadi putih bersih di beberapa tempat yang
dilalui kereta..
Sampai di Beijing, tampak salju
menyelimuti berbagai tempat. Suhu di Beijing
terasa lebih dingin dan
menggigilkan daripada Shanghai. Suasana
yang sedikit berbeda segera tertangkap
ketika kami menelusuri jalan-jalan di Beijing. Nuansa Beijing tidaklah semeriah
Shanghai. Beberapa bangunan yang saya lihat bahkan terkesan suram berpadu
dengan dinginnya cuaca saat itu. Kala malam menjelang, cahaya lampu kota yang
berpendar juga tak sesemarak di Shanghai yang bermandi cahaya.
Apabila di Shanghai saya lebih
banyak melakukan wisata kota, maka Beijing menawarkan wisata sejarah dan
budaya. Beijing memiliki banyak sekali tempat indah yang sangat recommended untuk dikunjungi dan dapat
menambah wawasan tentang perjalanan sejarah dan kebudayaan kuno bangsa China. Tapi
sebelum beranjangsana ke tempat-tempat itu, tentu saya tidak ingin melewatkan
kesempatan untuk mampir sejenak mencicipi cemilan halal ala China. Cemilan ini
diperoleh dari sebuah restoran muslim di Beijing, harganya 3 yuan perpotong dengan cita rasa manis.
Sementara untuk wisata belanja di Beijing, saya menyempatkan mampir ke Silk Street, sebuah pusat perbelanjaan di Beijing. Mirip-mirip Mangga Dua kalau di Jakarta. Di sini tersedia beragam produk yang bikin lapar mata dan potensial menguras isi kantong, dari mulai tas, dompet, jam tangan, tas, koper sepatu, oleh-oleh, handycraft sampai galaxy tab. Semuanya made in China. Dari harga 1000 yuan yang ditawarkan untuk sebuah tas yang saya taksir, saya berhasil mendapatkannya dengan harga 100 yuan yang artinya 10 % dari harga yang ditawarkan. Cukup fantastis, bukan?
Sementara untuk wisata belanja di Beijing, saya menyempatkan mampir ke Silk Street, sebuah pusat perbelanjaan di Beijing. Mirip-mirip Mangga Dua kalau di Jakarta. Di sini tersedia beragam produk yang bikin lapar mata dan potensial menguras isi kantong, dari mulai tas, dompet, jam tangan, tas, koper sepatu, oleh-oleh, handycraft sampai galaxy tab. Semuanya made in China. Dari harga 1000 yuan yang ditawarkan untuk sebuah tas yang saya taksir, saya berhasil mendapatkannya dengan harga 100 yuan yang artinya 10 % dari harga yang ditawarkan. Cukup fantastis, bukan?
Beberapa tempat wisata di Beijing dan sekitarnya
Di Beijing banyak terdapat tempat
wisata. Diantaranya antara lain Tiananmen Square, Forbidden City, Summer
Palace, Ming Tomb dan last but not least; Great Wall. Kunjungan pertama saya
adalah Tiananmen Square. Lapangan dengan luas 440.000 meter persegi namanya
cukup terkenal di dunia karena peristiwa demonstrasi bersejarah tahun 1989.
Suhu udara yang terasa dingin menggigit, tidak menghambat sejumlah wisatawan
untuk datang berkunjung; termasuk serombongan
besar wisatawan dengan bendera Negara Vietnam.
Tak jauh dari situ tampak Foto Mao Ze Dong terpampang dalam ukuran super besar.
Melalui tangga dan lorong di bawah tanah
kami segera bergegas menuju Forbidden City yang terletak di sebelah utara
lapangan Tiananmen. Forbidden City atau
istana terlarang memiliki sekitar 800
bangunan yang merupakan peninggalan dynasty Ming dan Qing. Siapkan alas kaki
yang nyaman untuk menelusuri cantiknya
arsitektur bangunan istana di Forbidden City. Pastikan juga alas kaki tersebut tidak licin,
karena di dalam Forbidden City kita harus melalui undakan tangga yang basah
terkena salju. Menyusuri Forbidden city harus melalui beberapa gerbang.
Forbidden City memiliki banyak kuil, kamar-kamar untuk anggota kerajaan serta
berbagai bangunan yang merupakan bagian dari rangkaian istana cantik ini. Hmmm….,
imajinasi saya langsung melayang. Suasana tempat ini benar-benar mengingatkan saya pada film The Last Emperor. Meski musim dingin, forbidden city tetap ramai pengunjung terutama penduduk
setempat. Selepas area Forbidden City, saya disambut aliran sungai yang
membeku, tepat di pintu keluarnya.
Tempat tujuan saya selanjutnya
adalah Summer Palace. Summer Palace merupakan istana tempat tinggal raja selama musim panas. Di musim dingin,
Summer Palace sama sekali tidak kehilangan pesonanya. Danau buatan yang
terhampar di Summer Palace saat itu
sedang membeku dan ditutupi putihnya salju. Meskipun terdapat tanda dilarang
menginjakkan kaki di atas danau, namun hamparan salju yang membeku di atas
danau sungguh sayang untuk dilewatkan. Dengan berhati-hati, saya mencari area
yang lebih aman dan mencoba mencicipi sensasi berjalan diatas hamparan bekuan
salju.
Berkunjung ke Ming Tomb,
merupakan agenda kami selanjutnya. Ming Tomb merupakan kompleks kuburan
raja-raja dari Dinasty Ming. Meski sekilas terlihat tidak menarik karena harus
masuk kedalam bangunan makam, namun pemandangan di luar di sekitar Ming
Tomb saat musim dingin sungguh cantik.
Beberapa pepohonan yang daunnya sudah berguguran tampak menghiasi halaman disela-sela hamparan
salju yang memutih.
Menutup kunjungan saya ke Beijing
adalah Great Wall yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Menapaki tangga-tangga Great Wall di musim
dingin bukan merupakan perjuangan yang mudah. Salju yang mencair membuat tangga
Great Wall seringkali licin, sementara suhu udara yang sangat dingin seolah
membekukan tangan dan kedua ujung kaki saya.
Rangkaian tangga yang saya naiki semakin curam membuat pemadangan di sekeliling saya semakin memukau dengan
hamparan dan tumpukan salju dimana-mana. Meski rangkaian tangga masih jauh ke
atas, saya akhirnya memutuskan turun kembali ke bawah dan menghangatkan diri di
sebuah toko souvenir.
Pulang dari Great Wall, saya
harus kembali ke tanah air. Sungguh
takkan terlupa oleh saya kenangan akan keindahan budaya dan jejak sejarah China
yang menakjubkan. Semoga kelak saya akan
bisa kembali mengunjunginnya.
Tips Travelling ke China:
- Meski sudah berupaya sebisa
mungkin berhati-hati saat mampir ke toilet umum yang ada China. Tetap saja
dalam beberapa kesempatan saya menemukan kondisi toilet yang kurang memadai,
maka setiap kali hendak berjalan-jalan seharian, saya selalu membekali diri
dengan botol kosong, tissue dan tissue basah. Biasanya sebelum ke toilet,
saya terlebih dahulu mengisi botol kosong tersebut dengan air keran di
westafel untuk membersihkan diri. Rata-rata toilet di china yang saya temui
hanya tersedia fasilitas untuk menyiram wc.
-Lebih aman sebenarnya adalah
toilet hotel atau toilet di pertokoan modern/rumah makan, sebaiknya berhati-hati apabila masuk ke toilet umum yang terlalu
ramai terutama yang berada di pasar atau tempat-tempat lain yang banyak
digunakan oleh masyarakat umum.
-Jangan ragu atau segan dalam
menawar barang setiap kali membeli, paling tidak sekitar 20 % dari harga
awal. Apabila penjual menunjukkan reaksi yang kurang membuat kita nyaman,
tidak perlu dipedulikan. Dengan modal kegigihan menawar dan “tebal muka”, saya berhasil mendapatkan
barang-barang yang diinginkan jauh di
bawah harga yang ditawarkan.
-Untuk mempermudah komunikasi
dengan keluarga di tanah air dianjurkan untuk membeli nomor setempat.
-Jangan ragu atau lupa untuk
memastikan kualitas barang setiap kali membeli barang di China termasuk
produk makanan, pastikan selalu tanggal kadaluwarsanya.
- Simpan kartu nama hotel atau
potret bangunan hotel untuk
berjaga-jaga apabila tersesat.
-Meskipun terdapat perbedaan
bahasa, namun secara umum dengan menggunakan bahasa tarzan kita masih bisa
berkomunikasi dengan baik dengan warga setempat.
- Hati-hati membeli souvenir
dari pedagang kakil lima setempat, lebih baik membayar dengan uang pas. Kalau
pun ada kembalian, pastikan uang yang anda terima adalah uang asli. Masalah
uang palsu cukup marak terjadi di China.
- China memiliki banyak tempat
wisata dengan pemandangan alam yang cantik, kaya akan peninggalan budaya
dan sejarah, oleh karena itu
jangan lewatkan kesempatan untuk berkunjung dan menikmatinya.
|