Sinar mentari yang terik
menyengat kulit menyambut saya saat turun dari pesawat di bandara Juanda, Surabaya. Namun demikian, hal ini tidaklah menghalangi
niat saya untuk menyusuri kota pahlawan, menjelajahi sudut-sudutnya serta mencicipi
kulinernya yang lezat menggoda. Pada
saat saya berkunjung, kebetulan bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun
Surabaya. Beberapa pusat perbelanjaan terlihat menggelar discount besar-besaran
dalam rangka menyambut hari jadi Surabaya tersebut. Sungguh menarik! Namun saya
lebih tertarik untuk mengeksplorasi khasnya kuliner Surabaya yang terkenal maknyus itu.
Surabaya yang Heterogen
Surabaya dikenal sebagai kota nomor dua terbesar di
Indonesia dengan penduduk sekitar tiga juta jiwa dan banyak dihuni oleh pendatang dari daerah
lain. Penduduk Surabaya cukup heterogen.
Meski di Surabaya, suku Jawa termasuk mayoritas namun Surabaya juga
menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai suku bangsa termasuk Madura, Tionghoa,
Arab dan sejumlah suku yang berasal dari
berbagai daerah di nusantara. Dengan keragaman suku bangsa dan budaya yang ada,
maka tak heran kalau Surabaya menjadi kota yang memiliki variasi kuliner yang kaya.
Sarapan pagi di Gresik
Jam yang melingkar di
pergelangan tangan saya menunjukkan
pukul delapan pagi. Namun panasnya
sengatan matahari menunjukkan waktu seolah-olah sudah menjelang tengah hari.
Perut yang melilit mengingatkan saya untuk segera beranjak mengisi perut
sebagai asupan energy untuk menjelajah kota. Maka, saya langkahkan kaki menuju
Gresik untuk menuntaskan rasa penasaran saya
terhadap menu kuliner khas Gresik yang konon banyak dijaiakan oleh warga Madura yaitu
Nasi krawu. Perjalanan Surabaya-Gresik cukup lancar melalui tol. Syukurlah, meski
pagi mulai menjelang siang, nasi Krawu Mbuk Zainab yang menjadi incaran saya
masih tersedia. Kedai nasi krawu ini terbilang sederhana. Dengan hanya
menggelar meja beralas plastik untuk
tempat nasi dan lauk pauk serta bangku kayu panjang di depan sebuah
warung di Jalan KH. Faqih Usman, kedai nasi Krawu ini cukup dikenal oleh penggemar kuliner di kota
Gresik. Seporsi nasi krawu yang dialas daun pisang dengan lauk daging sapi yang
diris dan siraman kuah semur serta taburan
semacam serundeng plus sambal yang nendang dihargai sembilan
ribu rupiah.
Selepas menandaskan seporsi nasi Krawu yang nikmat ditemani segelas teh hangat, saya
segera beranjak. Cuaca Surabaya yang tak juga teduh membuat tenggorokan saya
terasa kering. Maka saat kembali ke Surabaya, saya menyempatkan diri mampir
merasakan kesegaran es sinom. Pedagang es sinom ini banyak
yang menjajakan dagangan di sisi jalan raya. Dengan kemasan yang
praktis, ekonomis dan harga yang murah meriah, tak heran kalau es sinom ini cukup
banyak penggemarnya. Segelas es sinom cukup ampuh meredakan teriknya sinar
matahari Surabaya yang semakin menyengat siang itu.
Icip-icip Kuliner Surabaya
Lepas tengah hari, masih banyak
daftar kuliner yang menjadi buruan saya selama di Surabaya. Salah satunya yang
membuat saya penasaran adalah rujak cingur. Berbekal rekomendasi dari
seorang teman, maka saya pun mampir ke rumah makan Genteng Durasim yang kabarnya menyajikan rujak cingur yang
paling lezat seantreo Surabaya. Rumah makan
ini terletak tidak jauh di belakang Pasar Genteng, pusat oleh-oleh yang
terkenal di Surabaya. Interior rumah makan tampak terkesan “jadul”, seolah waktu terhenti di
satu titik. Namun pelayanannya cukup
sigap. Tanpa menunggu terlalu lama, satu porsi rujak cingur tanpa lontong seharga lima belas ribu rupiah
menjadi bukti kebenaran ucapan teman saya tadi. Potongan buah-buahan segar
seperti ketimun, nenas, bengkoang, plus
sayuran serta cingur atau hidung sapi yang disiram oleh
bumbu kacang kental terasa lezat dan sangat pas mengimbangi cuaca panas Surabaya. Cita rasa petis terasa di lumuran bumbu
kacang ini. Tak lupa saya mencicipi
seporsi rawon dan lontong mie yang juga tersedia di rumah makan ini. Meski demikian, bisa dikatakan bahwa rujak Cingur adalah juaranya di rumah makan
ini. Bumbu kacang yang kental ini kembali saya jumpai kala menyantap hidangan tahu
telur di rumah makan Laksana Jaya. Selain sajian tahu telur, sajian khas
lainnya seperti Krengsengan dan udang penyet juga terbilang lezat dan mengudang
selera. Secara keseluruhan untuk menu
tersebut harganya cukup terjangkau.
Tak hanya kuliner berbumbu
kacang, sajian kuliner berkuah pun tidak saya lewatkan. Hari berikutnya, di
antara rinai hujan yang membasahi tanah Surabaya, saya menyempatkan singgah ke
Sidoarjo untuk mencicipi sepiring
lontong kupang. Sajian ini termasuk ke dalam
kuliner khas dan unik di Surabaya. Saya beruntung, karena ketika tiba, lontong
kupang baru saja selesai dimasak. Potongan lontong yang di siram kuah berisi
kupang yaitu hewan laut semacam kerang yang bentuknya kecil-kecil dengan
beberapa buah cabai segera tersaji di hadapan saya. Cita rasanya yang cenderung
manis sungguh unik dan segar
menyatu di lidah.
Tak lupa sepiring lento, sejenis gorengan yang renyah terbuat dari parutan singkong dan kacang tolo turut terhidang menambah lezat lontong kupang yang saya nikmati. Meski pagi itu Surabaya dingin oleh gerimis, hal ini tidak mengurangi kenikmatan menyantap seporsi lontong kupang. Oya, jangan lupa memesan sepiring sate kerang dan segelas air kelapa untuk menemani Lontong kupang ini. Selain memiliki fungsi untuk menetralisir hidangan lontong kupang, air kelapa juga sangat cocok diminum usai menyantap lontong Kupang.
Tak lupa sepiring lento, sejenis gorengan yang renyah terbuat dari parutan singkong dan kacang tolo turut terhidang menambah lezat lontong kupang yang saya nikmati. Meski pagi itu Surabaya dingin oleh gerimis, hal ini tidak mengurangi kenikmatan menyantap seporsi lontong kupang. Oya, jangan lupa memesan sepiring sate kerang dan segelas air kelapa untuk menemani Lontong kupang ini. Selain memiliki fungsi untuk menetralisir hidangan lontong kupang, air kelapa juga sangat cocok diminum usai menyantap lontong Kupang.
Berkunjung ke Masijd dan Makam Sunan
Ampel
Keterbatasan waktu membuat saya dan
teman-teman hanya sempat singgah di tempat tujuan kami selanjutnya, yaitu masjid
dan makam sunan ampel, ketika malam tiba.
Hal ini membuat saya tak berkesempatan untuk “icip-icip” kuliner khas arab
seperti roti Maryam yang buka pagi hari di kawasan wisata religi yang dikenal
dengan nama kampung Arab tersebut. Namun
hal ini tak mengurangi antusiasme saya.
Untuk menuju makam sunan ampel, saya harus melewati Jalan ampel suci, sebuah
gang atau jalan kecil sepanjang kurang lebih 400 meter. Yang menarik dari jalan tersebut adalah banyaknya pedagang
yang menjajakan barang-barang khas timur tengah
di sepanjang gang. Tak hanya abaya atau peci haji, bahkan kurma dan
beragam barang lain yang biasa ditemui di kawasan Timur tengah termasuk
oleh-oleh khas haji atau umrah banyak tersedia di sana. Tiba di ujung gang,
tampak oleh saya keramaian suasana malam di
masjid dan area pemakaman. Banyak
sekali peziarah yang kabarnya datang dari berbagai pelosok daerah menghabiskan
malam dengan berdoa dan berzikir di sekitar pemakaman. Saya menyempatkan diri untuk membasuh wajah
sejenak dengan air yang tersimpan di
beberapa guci besar yang tersedia. Air tersebut
berasal dari sumur yang terdapat
di kawasan pemakaman. Konon air tersebut dipercaya memiliki khasiat untuk
pengobatan.
Menyebrang Jembatan Suramadu
Berkunjung ke Surabaya, tentunya
kurang afdol apabila tidak singgah di Madura. Maka Madura menjadi tujuan saya
selanjutnya. Untuk menuju Madura saya
terlebih dahulu harus berkendara melewati jembatan Suramadu. Jembatan sepanjang 5.438 meter ini merupakan jembatan
terpanjang di Indonesia saat ini. Jembatan megah yang melintasi selat Madura ini segera menjadi ikon Madura dan
Surabaya. Ingin rasa hati berhenti di
sisi jembatan untuk menyaksikan pemandangan selat Madura sembari menikmati angin laut, namun
apa daya, menurut informasi, kendaraan tidak diperkenankan berhenti di jembatan
Suramadu.
Tujuan saya selanjutnya di tengah terik matahari
Madura, tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk mencicipi hidangan bebek di
rumah makan Bebek Sinjay di daerah Bangkalan
yang terkenal itu. Meski
sepanjang jalan berdiri beberapa rumah makan yang juga menjual masakan bebek,
namun demi memuaskan rasa penasaran terhadap menu masakan bebek di rumah makan bebek sinjay, maka saya dan teman-teman tetap menelusuri jalan menuju rumah makan
tersebut. Ternyata, benar saja. Suasana
yang cukup ramai dengan antrian pengunjung untuk memperoleh seporsi hidangan
berisi nasi, bebek goreng dan sambal mangga segera menyambut saya ketika tiba
disana. Harga seporsi makanan ini cukup murah. Sajian bebek goreng yang empuk
dengan cita rasa asin gurih plus sambal mangga yang pedas berhasil membuat
keringat saya bercucuran di siang hari yang panas itu.
Setelah mengisi perut dan energy
terasa kembali pulih, saya segera
beranjak untuk berburu oleh-oleh cantik khas Madura, terutama batik Madura. Masih di daerah
Bangkalan, tepatnya jalan KH Moh Kholil, Saya menyempatkan diri untuk mampir di
Tresna Art, sebuah toko yang menjual
pernak-pernik cantik khas Madura. Setelah sebelumnya masuk melalui gang sempit,
tak dinyana di dalamnya ternyata terdapat tempat yang cukup luas. Interior
yang cantik dan pemandangan yang menyejukkan segera menyapa saya. Tak hanya
menawarkan batik-batik cantik khas Madura dengan desain yang menawan, di Tresna
Art saya juga menemukan jejak-jejak kebudayaan asli Madura. Di tengah kerimbunan taman bagian dalam Tresna Art yang asri, terdapat sebuah
rumah adat tradisional khas Madura. Rumah cantik yang dilengkapi dengan
perangkat tempat tidur antik dan koleksi barang-barang kuno itu tak ubahnya
seperti sebuah museum mini.
Tak lupa saya sempatkan mencicipi menu tradisional khas Madura yang disajikan Tresna Art yaitu sup jagung seharga 15 ribu rupiah. Semangkuk sup dengan kuah gurih berisi potongan daging dan taburan jagung marning yang renyah segera licin tandas.
Tak lupa saya sempatkan mencicipi menu tradisional khas Madura yang disajikan Tresna Art yaitu sup jagung seharga 15 ribu rupiah. Semangkuk sup dengan kuah gurih berisi potongan daging dan taburan jagung marning yang renyah segera licin tandas.
Menjelang sore, setelah mengakhiri
kunjungan di Tresna Art, saya mampir ke Pasar Wisata Bangkalan untuk membeli
beberapa potong batik cantik sebagai buah tangan. Tak salah dugaan saya,
beragam batik dengan motif yang cantik
sempat membuat saya kebingungan untuk memilihnya. Dengan harga yang
cukup bersaing dan variatif, mulai empat puluh ribu rupiah sampai dengan jutaan
rupiah perpotong, kita punya banyak pilihan.
Sepulang dari Madura, saya tidak melalui jembatan Suramadu
kembali. Keinginan untuk melihat sisi lain Selat Madura di malam hari membuat
saya mencoba sensasi naik ferry dalam
perjalanan dari Madura ke Surabaya. Tampak gemerlap lampu dermaga di kegelapan
malam menyambut saya saat kembali ke Surabaya.
Pasar Genteng merupakan tempat
yang tidak boleh dilewatkan apabila berkunjung ke Surabaya, terutama untuk
membeli oleh-oleh. Beragam penganan khas kota pahlawan tersedia lengkap di Pasar Genteng dengan harga bersaing. Selain Pasar Genteng, toko
oleh-oleh Bu Muzanah yang terletak di Gresik dapat menjadi salah satu pilihan yang
tepat untuk berbelanja buah tangan, terutama bandeng isi atau bandeng presto.
Dengan harga yang cukup murah, sekitar 20 ribu untuk bandeng presto dan sekitar 40 ribu untuk bandeng isi kita dapat membawa pulang oleh-oleh bandeng
untuk keluarga tercinta di rumah. Tidak hanya bandeng, penganan seperti Lapis
Surabaya dengan kemasannya yang cantik pun cocok sebagai buah tangan. Jangan lewatkan pula untuk membeli sambal Bu
Rudy yang terkenal. Dengan varian rasa yang
beragam serta rasa pedasnya yang nikmat dijamin akan membuat Anda
ketagihan.
Waktu yang berlalu demikian
cepat, pada akhirnya membuat saya harus mengakhiri kunjungan saya ke Surabaya.
Masih terkenang rasa lezat dan uniknya
kuliner Surabaya. Saya hanya dapat berharap semoga lain waktu saya memiliki
kesempatan untuk kembali beranjangsana ke Surabaya.