Rabu, 31 Januari 2018

BEAUTIFUL MADINAH

Maaf kalau  tulisan tentang Madinah masih berkali-kali muncul di blog ini. Tiada lain karena saya ingin mendokumentasikan seluruh tulisan saya yang berceceran disana-sini; termasuk beberapa tulisan di blog Kompasiana yang tidak dapat saya  buka berhubung lupa passwordnya😓😑. Ini adalah tulisan saya yang berkisah tentang Madinah dimana saya sempat tinggal selama hampir dua tahun. Dua tahun yang sangat berkesan😍😇 Saya sungguh merasa mendapat kehormatan  bisa tinggal di  Madinah. Tulisan ini di Kompasiana kalau  ga salah sempat masuk Headline (HL) Untuk para pembaca Kompasiana mungkin paham, tidak mudah mendapatkan predikat HL atas tulisan yang diaplod di blog Kompasiana. Ini kehormatan yang kedua  bagi saya. Silakan simak kisahnya. 

KESAN PERTAMA

Ketika pertama kali turun dari pesawat, saya segera disambut terik matahari bulan Juli. Saat itu sedang puncaknya musim panas. Suhu mencapai kira-kira 40 derajat celcius. Angin kering bertiup sepoi. Membawa aroma padang pasir di kota Madinah, tempat saya akan tinggal  selama hampir dua tahun untuk mendampingi suami yang bekerja disana.
Meski ada angan terukir bahwa kelak akan bisa berkunjung ke Madinah, tak terbayangkan bahwa saya akhirnya benar-benar menapakkan kaki disana, menghirup udaranya dan sempat merasakan jadi bagian darinya. Madinah, kota tempat Rasulullah bermukim setelah hijrah sampai wafatnya beliau. Kota yang amat beliau cintai setelah Mekah. Berada di Madinah selama beberapa waktu membuat mata saya terbuka untuk mengenal lebih jauh sisi lain kehidupan dan masyarakat kota Madinah. Dari ‘Aisyah ra berkata; ketika kami masuk, Madinah adalah negeri tempat bersarangnya penyakit, lalu Rasulullah saw berdo’a:Ya Allah, berikanlah kecintaan kami kepada Madinah, sebagaimana Engkau berikan kecintaan kepada Mekah, atau lebih dari itu, dan bersihkanlah ia serta berkatilah kepada kami dalam makanan dan bekalnya, dan gantilah wabah penyakitnya dengan juhfah (Shahih Bukhari, no. 1889; Shahih Muslim, no. 1376, sumber : Sejarah Madinah Munawwarah oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)
Tiba di Madinah, segera tersaji pemandangan yang jauh berbeda dengan suasana yang biasa saya jumpai di tanah air. Melewati batas kota Madinah, tampak padang pasir terhampar diselingi bukit batu di sisi kanan dan kiri jalan raya. Suasana tampak sepi dan gersang. Satu dua buah toko yang menjual minuman dingin dan rumah-rumah penduduk bermunculan di sisi jalan. Mendekati pusat kota,  keramaian bertambah. Rumah dan toko yang berjajar semakin banyak. Di salah satu sudut kota, tampak deretan toko-toko yang cukup rapi berbaris di tepi jalan. Sungguh elok melihat jajaran etalase dengan berbagai jenis barang yang tersaji dan arsitektur bangunan toko yang menyegarkan mata. Namun, pada sudut kota yang lain terlihat pemandangan yang bertolak belakang. Beberapa rumah dan bangunan tampak dibangun di bukit-bukit batu dengan arsitektur sederhana, terkesan seadanya. Memasuki pusat kota, tampak Mesjid Nabawi berdiri dengan megahnya. Saat itu pembangunan sedang giat dilakukan dalam rangka perluasan mesjid Nabawi. Pemukiman dan pusat keramaian penduduk semuanya berputar mengelilingi masjid yang sekaligus merupakan pusat kota Madinah. 

 PENDUDUK MADINAH
Penduduk Madinah tergolong multi etnis. Mayoritas berkebangsaan Arab. Selain warga asli arab saudi,  terdapat juga penduduk yang berasal dari negara timur tengah lain seperti Mesir, Suriah, Jordan, Libanon dan Turki. Selain itu, ada juga penduduk dari negara asia lainnya seperti Bangladesh, India, Pakistan, Filiphina dan Indonesia. Warga Bangladesh dan Indonesia  cukup dikenal sebagai pekerja di sektor informal seperti supir, petugas kebersihan atau penjaga toko. Selain itu, warga negara afrika seperti Sudan juga banyak ditemui di Madinah.
Pertama kali tiba, saya harus memakai abaya (baju luar berwarna hitam) dan burqa atau cadar. Saya sempat merasa canggung ketika pertama kali memakai cadar yang cukup rapat menutup wajah dan hanya menyisakan sedikit celah untuk mata. Sebagian wanita warga Saudi bahkan melengkapi cadarnya dengan tabir berupa sehelai kain tipis berwarna hitam sehingga raut wajah mereka benar-benar tidak terlihat dari luar. 
 
 AKTIVITAS SEHARI-HARI
Banyak aktivitas yang biasa kami lakukan selama tinggal di Madinah.  Pada malam-malam musim panas biasanya saya berjalan santai bersama suami untuk sholat maghrib atau isya di masjid nabawi sambil mendorong kereta bayi sementara si kecil tertidur lelap didalamnya. Apabila ia terjaga, ia akan menyepakkan kaki-kaki mungilnya sambil menatap langit Madinah yang indah di waktu malam. Dari kejauhan, kemilau kubah mesjid nabawi serta adzan yang syahdu berkumandang sungguh sempurna mengundang kami dan warga madinah lainnya yang datang berduyun-duyun untuk segera bersujud kepada Sang Khalik.
Kami tinggal di kawasan Tarik Salam. Jarak antara imaroh (rumah) kami dengan mesjid Nabawi tidak terlampau jauh, bisa ditempuh setengah jam berjalan kaki dengan santai. Sungguh nyaman menyusuri jalan  sambil melihat-lihat suasana kota. Aroma kari yang khas tercium saat kami melewati restoran arab atau turki. Di tepi jalan, kami jumpai sekumpulan pria yang sedang mengantre roti kubus untuk makan malam atau beberapa anak lelaki berkulit hitam yang asyik bermain bola sambil menikmati cuaca malam yang hangat.



Pada musim panas, di siang hari, kebanyakan warga kota memilih berdiam dalam rumah. Biasanya mereka keluar rumah  ba’da ashar atau ba’da isya saat cuacanya sudah lebih bersahabat. Pada malam hari, beberapa kawasan mengalami kemacetan pada jam-jam tertentu, terutama pada kamis malam yang merupakan “malam minggu” di Arab Saudi.  Para pemuda Saudi biasa keluar dan berjalan-jalan selepas isya’. Ada sebagian pemuda yang masih mempertahankan tradisi dengan memakai gamis/ thob (baju tradisional Arab). Sedangkan kaum wanitanya pada umumnya memakai abaya. Di Madinah dan Mekah yang merupakan kota suci, pemakaian abaya disertai cadar hitam tertutup merupakan hal yang wajib dan umum ditemui. 

 WARGA INDONESIA DI MADINAH
Cukup banyak warga Indonesia yang bermukim di Madinah. Kebanyakan mereka bekerja sebagai supir, pembantu rumah tangga atau berdagang. Ada yang pekerjaannya menjual barang-barang kebutuhan dan oleh-oleh untuk jamaah haji misalnya hati onta, tasbih koka sampai dengan kurma muda. Selain itu, banyak juga yang bekerja di sektor lainnya seperti travel agen (yang mengurus jamaah haji dan umroh), catering, medis/kesehatan dan penjaga toko.
Pada umumnya, seperti juga warga Indonesia yang tinggal di negara asing lainnya, persaudaraan diantara warga indonesia di Madinah cukup erat. Ibu-ibu rumah tangga warga Indonesia banyak melakukan aktivitas bersama seperti pengajian seminggu sekali atau berenang bersama anak-anak. Kadang-kadang bila sedang ingin berekreasi, ibu-ibu biasanya patungan menyewa satu kolam renang untuk dipakai bersama selama beberapa jam pada malam hari, ba’da isya. Tidak lupa, masing-masing membawa beranekaragam makanan dan kue-kue untuk dinikmati bersama. Sedangkan acara mengaji biasanya dilakukan bergantian, dari rumah ke rumah. Ustadznya adalah mahasiswa indonesia yang berkuliah di Universitas Islam Madinah. Terkadang bersama bapak-bapaknya, para ibu juga mengadakan acara kumpul-kumpul untuk sekedar bakar sate atau makan bersama.
Selain aktivitas rumah tangga sehari-hari ada juga aktivitas yang cukup populer yang dilakukan ibu-ibu warga indonesia yang memiliki banyak waktu luang dan ingin menambah penghasilan. Biasanya pada malam  kamis mereka ikut Gazuran. Gazuran adalah pekerjaan sebagai pelayan pada acara-acara pesta pernikahan yang diadakan oleh warga Arab. Biasanya pesta berlangsung sampai menjelang subuh dengan tamu-tamu yang cukup banyak, sehingga tuan rumah membutuhkan tenaga lepas yang bertugas menyajikan teh  kepada para tamu di pesta atau menjaga abaya para tamu.
Salah satu pekerjaan menyenangkan yang kadang dilakoni ibu-ibu adalah menjadi guide. Kegiatannya mengantar jamaah haji maupun umroh yang hendak berkunjung ke raudhah. Pengetahuan tentang riwayat kehidupan rasulullah, sejarah masjid nabawi, seluk beluk raudhah dan makam rasulullah, do’a-do’a yang dianjurkan  cukup diperlukan serta lebih baik lagi bisa sedikit berbahasa arab. Apabila mengetahui tempat-tempat belanja oleh-oleh yang murah dan lengkap juga bisa memperluas fungsi guidenya dengan mengantar tamu-tamu untuk berbelanja. 

 BELANJA DI MADINAH
Salah satu aktivitas lain yang juga tak kalah mengasyikkan adalah berbelanja. Untuk urusan barang kebutuhan sehari-hari, Madinah memiliki beberapa supermarket yang persediaan barangnya cukup lengkap. Misalnya, Sarawat yang sering menyediakan ikan-ikan segar dan menjadi favorit bagi kebanyakan warga Filiphina yang bermukim di Madinah. Untuk sayur dan buah segar, seperti sawi, cabe bahkan buah durian atau manggis tersedia di Mandarin. Tentu dengan harga yang berkali-kali lipat dari harga di tanah air. Ada pula Bin Dawood Superstore yang menyediakan barang-barang kelontongan bahkan sampai pernak-pernik unik untuk perlengkapan rumah. Selain itu terdapat juga pasar tradisional, misalnya Pasar ikan yang khusus menjual ikan dan udang. Pasar ini sudah buka sejakba’da subuh. 



Sekitar dua  atau tiga  kilometer dari pusat kota mesjid Nabawi,   terdapat kawasan Sultona. Kawasan ini cukup eksklusif dengan deretan gerai dan butik yang menjajakan baju, tas atau sepatu merk terkenal. Kawasan lain yang terkenal sebagai tempat cuci mata adalah kawasan Quba ( di sekitar mesjid Quba). Barisan toko-toko dikawasan ini menawarkan perhiasan, baju pesta, abaya eksklusif, sepatu, tas, baju anak sampai barang-barang kelontongan “ 1 real for all” (semua barang harga 1 real). Tak jauh dari sini, di kawasan Tarik Qurban, terdapat toko-toko yang menyediakan karpet buatan turki dan Persia berbagai ukuran dengan motif yang cantik mempesona. Pada musim panas umumnya toko-toko buka sampai jam 12 malam, beberapa supermarket bahkan buka hingga 24 jam, demikian juga  pada musim haji dan bulan ramadhan. Tidak jarang jam satu dinihari saya masih asyik berjalan-jalan di supermarket untuk berbelanja kebutuhan bulanan didampingi suami. Suasananya pun masih cukup ramai.
              Salah satu kawasan lain yang tak kalah menarik adalah pasar barang bekas atau Harraj. Letaknya cukup jauh dari pusat kota, mendekati batas kota Madinah. Beranekaragam barang dijual disana seperti karpet, sofa, lampu kristal, pernak-pernik rumah tangga, mesin cuci, oven, kitchen set bahkan mobil. Kualitasnya bermacam-macam. Namun sebagian barang-barang yang dijual disini kualitasnya masih lumayan bagus. Asal kita pandai memilih dan menawar, kita bisa membawa barang yang kualitasnya bagus dengan harga murah. Apalagi untuk sofa atau karpet, yang tersedia disana umumnya kondisinya masih cukup baik. Pada umumnya warga saudi selalu berganti model sofa atau karpet setiap lebaran, sehingga barang-barang yang dijual pun umumnya masih dalam kondisi baik.

KULINER DI MADINAH 
Salah satu kawasan yang sering saya sambangi sekeluarga adalah kawasan Asia, terletak tak jauh dari Masjidil Haram. Kawasan ini memang pusatnya toko-toko yang menjual berbagai macam bahan pangan dari Asia. Mulai tahu, tempe, kangkung, petai, bayam, bakso sampai bumbu-bumbu dapur macam sereh, laos, daun jeruk, sampai keluwek dan daun pandan pun tersedia disini. Bahkan dengan kualitas dan kemasan yang lebih bagus dari yang saya jumpai di pasar-pasar tradisional Indonesia. Disini juga terdapat beberapa restoran yang menjual makanan khas Indonesia. Rata-rata pelayannya adalah orang Indonesia. Setiap selesai sholat Jum’at merupakan waktu yang paling ramai. Kebanyakan tenaga kerja asal Indonesia meluangkan waktunya untuk mampir disana. Entah untuk makan atau bertemu teman. Apabila musim haji tiba, biasanya menu yang tersedia lebih beraneka ragam. Pada bulan ramadhan, tempat ini juga ramai. Berbagai penganan  berbuka  ala tanah air seperti cendol, kolang-kaling, bakwan dan tahu isi terdapat disana. 
 Selain makanan indonesia, ada beberapa makanan ala arab yang cocok di lidah. Misalnya ayam goreng cepat saji “Al Baik”, harganya tergolong murah. Dengan 10 real kita bisa memperoleh empat potong ayam yang cukup besar, sepotong roti dan kentang goreng, plus saus bawang putihnya yang lezat. Tak heran, antrian di restoran ini nyaris tak pernah sepi. Ada pula Al-Tazzaj, ayam panggang muda ala arab yang lezat. Yang tak kalah sedap adalah roti kobus yang  disajikan dengan kuah kari yang banyak dijajakan  disudut-sudut kota Madinah. 

UMROH
Bertempat tinggal di Madinah juga memiliki kenikmatan ibadah yang indah. Kami beberapa kali berkesempatan untuk menunaikan ibadah umroh. Jarak Madinah-Mekah sejauh 6 jam dengan bus saptco atau (+- 485 km) sekitar 3-4 jam dengan mobil pribadi bukanlah jarak yang jauh. Untuk bisa pergi umroh, tergantung kesibukan suami. Kadang kami naik angkutan umum seperti mobil carteran/bus saptco atau ikut rombongan dari rumah sakit, tempat suami bekerja. Di rumah sakit biasanya ada yang mengkoordinir untuk umroh minimal sebulan sekali. Pesertanya lumayan banyak, umumnya para perawat, dokter dan keluarganya. Memang lebih praktis karena sudah ada yang mengurus, kami tidak perlu repot memikirkan akomodasi dan transportasi. Apabila kami pergi umroh sendiri, biasanya kami harus mengurus transportasinya sendiri. Sesampai di Mekah kami juga harus mencari hotel sendiri. Sekali waktu ketika kami umroh di bulan ramadhan, saya dan suami harus berputar-putar mencari hotel yang terjangkau harganya karena rata-rata hotel di sekitar masjidil haram tarifnya naik hingga berkali-kali lipat dari hari biasa. 


MENJALANKAN  IBADAH  DI MADINAH
Suasana Madinah kesehariannya sangat tenang. Warga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Pusat keramaian biasanya di sekitar masjid terutama pada setiap waktu sholat dan setiap hari Jum’at untuk menunaikan ibadah sholat jum’at. Madinah bertambah ramai ketika memasuki musim haji dan bulan ramadhan. Pada bulan ramadhan suasana masjid Nabawi sangat ramai terutama menjelang buka puasa. Dihalaman masjid digelar tikar untuk warga yang hendak berbuka. Pada saat itu banyak orang kaya di Madinah menyediakan makanan dan minuman untuk berbuka puasa seperti kurma, roti, laban (semacam yoghurt), arsir (limun) bahkan nasi. Banyak juga warga kota yang sengaja membawa bekal untuk berbuka puasa dan tarawih di masjid.
Ketika musim liburan tiba, anak-anak menjadikan halaman masjid yang lapang sebagai arena bermain rollerblade. Sementara anak-anak bermain, para orang tua duduk-duduk minum teh dan makan bekal roti di sekitar halaman mesjid sambil berbincang, menikmati suasana Madinah di waktu malam. Menjelang musim haji, para warga kota akan menyingkir sementara dari masjid Nabawi. Mereka memberikan kesempatan kepada jamaah haji yang akan menunaikan ibadah di masjid Nabawi. Mereka cukup paham akan sesaknya masjid apabila musim haji tiba. Mereka biasanya akan kembali mengunjungi mesjid segera setelah musim haji berakhir. 
          Salah satu nikmat ibadah yang sangat kami syukuri adalah waktu yang lebih leluasa untuk mengunjungi Raudhah. Biasanya Raudhah agak sepi setelah musim haji atau sesudah ramadhan. Kami berkunjung ke raudhah pada waktu-waktu tertentu. Waktu yang diizinkan untuk kaum wanita mengunjungi raudhah adalah pagi hari, sekitar jam 07.00 sampai dengan 11.00, kemudian disambung lagi ba’da dhuhur sampai dengan sebelum ashar. Pada saat-saat seperti itu sungguh nikmat rasanya beribadah sambil berdoa sepuasnya di Raudhah.  

TEMPAT BERSEJARAH DI MADINAH
Madinah memiliki sangat banyak mesjid dan tempat bersejarah. Adalah Masjid Quba dan Qiblatain yang sering dikunjungi oleh jamaah haji dan umroh. Masjid Quba terletak sekitar 2,3 km dari masjid Nabawi. Merupakan masjid pertama yang dibangun rasulullah dan para sahabat di wilayah Madinah.  Sedangkan masjid Qiblatain terletak di jalan Khalid ibn Walid. Masjid Qiblatain  didirikan karena turunnya ayat kepada rasulullah agar memindahkan kiblat. Pada hari-hari biasa, suasana kedua masjid ini tergolong sepi. Berbeda dengan hiruk pikuknya jamaah yang berkunjung pada saat musim haji tiba. Biasanya pada waktu-waktu tertentu seperti pada waktu sholat jum’at atau sholat isya dan magrib, masjid akan dipenuhi oleh warga sekitar yang akan menunaikan kewajiban sholat. Masjid yang lain adalah masjid Ijabah, masjid Jum’ah dan masjid Bilal.  Masjid Ijabah terletak di dekat kawasan Asia dimana banyak terdapat toko dan restoran Indonesia. Tempat lain yang sering diziarahi jamaah haji  adalah Jabal Uhud yang terletak dalam batas Madinah sebelah utara yang membentang dari timur hingga barat. 


BADAI PASIR
             Pada waktu-waktu tertentu tertentu saat pergantian musim dari musim dingin ke musim panas, kadang-kadang di Madinah terdapat badai pasir yaitu badai angin yang deras sekali dan mengandung pasir sehingga harus hati-hati agar tidak masuk ke mata. Saking kerasnya angin, sampai-sampai jendela dan pintu yang tertutup rapat berbunyi berderak-derak menahan hembusan angin yang kuat. Pasir yang berwarna merah terkadang juga masuk lewat celah jendela atau bagian bawah pintu. Pada saat seperti itu, dilarang keras membuka pintu atau jendela karena dengan segera hembusan angin berdebu yang teramat kuat akan masuk dengan derasnya. Syukurlah, biasanya badai ini tidak berlangsung lama.

KESEHARIAN 
          Meski pada umumnya warga Saudi dan negara  timur tengah lainnya yang tinggal di Madinah maupun kota-kota lainnya di arab terkesan memiliki karakter yang keras, namun mereka memiliki hati yang lembut apabila berhadapan dengan orang tua atau anak-anak. Beberapa kali kami mendapat kemudahan dalam suatu urusan apabila mereka melihat si kecil yang kami bawa serta. “Habibi…habibi…(kekasih.. kekasih)” biasanya mereka mengelus kepala si kecil dengan penuh sayang. Demikian pula halnya dengan orang tua. Penghormatan terhadap orang tua begitu tingginya.




Walaupun dalam keseharian cukup tenang, hidup sebagai warga negara asing tidaklah mudah. Hal yang terutama menjadi perhatian adalah masalah keamanan. Kabar atau cerita yang beredar tentang penculikan atau pelecehan terhadap wanita sering terdengar. Oleh karena itu, untuk amannya biasanya kami, para ibu-ibu selalu pergi bersama suami atau bersama rombongan ibu-ibu yang lain dengan membawa anak-anak sehingga  bisa saling  mengawasi. Untuk keamanan, pergi kemanapun apabila keluar rumah ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu iqamah (semacam kartu identitas atau KITAS). Iqamah ini ibarat nyawa kedua bagi warga negara asing yang bermukim di kota-kota di Arab Saudi termasuk di Madinah. Apabila kebetulan lupa membawa, kemudian ada razia… wah… siap-siap saja berurusan dengan polisi Saudi.
Demikian, hari-hari berlalu amat cepat di Madinah. Sampai tiba waktunya saya harus kembali ke tanah air. Saat meninggalkan Madinah, terselip harapan di hati saya bahwa suatu hari nanti saya masih diberikan kesempatan untuk kembali mengunjungi kota tercinta ini. Semoga.

(Sumber : Sejarah Madinah Munawwarah Bergambar oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)