Kamis, 31 Desember 2015

KASIH IBU



Catatan empat tahun silam....


Pagi menjelang siang. Bandung yang macet membuat laju angkot yang saya tumpangi sedikit tersendat. Saya melirik  jam yang melingkar di pergelangan tangan. Masih satu setengah jam lagi perjalanan rute Margahayu- Dago, harus  saya jalani dengan sabar. Sambil menghela nafas saya membayangkan rentetan kesibukan yang harus saya lalui dan target yang harus saya capai hari ini. Terutama, menyangkut target pekerjaan saya dan  jadwal belajar si sulung yang besok akan UTS.
Sesaat angkot menepi. Seorang ibu berbadan kurus  dengan pakaian sederhana menggandeng anaknya naik ke dalam angkot.  Usia anak lelaki itu memasuki pra remaja. Kira-kira tiga belas  atau empat belas tahun. Satu hal yang menonjol, ketika duduk, anak itu tampak terkulai lemas di pangkuan sang ibu. Pandangan matanya kosong dan jemari tangannya kaku. Ibu itu dengan tenang memeluk bahu anaknya. Dibelainya  lembut, rambut anaknya.  Kemudian dengan sabar disekanya air liur yang sesekali menetes di bibir sang anak.
Mata kami bertemu dan kami saling bertukar senyum. Sambil menatap anak-anak SMP yang tertawa riang di sepanjang jalan yang kami lalui, ia berucap pelan,
“Seandainya saja tumbuh normal, anak saya juga pasti sudah SMP sekarang,” Ia menghela nafas kemudian melanjutkan ceritanya.
“ Anak saya sebenarnya terlahir normal. Hanya, pada usia sembilan bulan badannya panas tinggi dan kejang-kejang. Sempat dirawat di rumah sakit. Tapi, mungkin sudah nasibnya, jadi sekarang ia seperti ini,” ada kegetiran dalam suaranya.
“Dulu, waktu ayahnya masih hidup, ia sayang sekali pada anak ini. Ayahnya benar-benar bekerja keras untuk membiayai pengobatannya. Sayang, setahun lalu ayahnya berpulang. Sekarang saya yang berusaha membiayai pengobatannya.  Beginilah…. semampunya saja, kalau ada uang dibawa berobat, kalau nggak ada, ya sudah. Maklum kerja serabutan.” Tidak ada nada keluhan dari suaranya. Tak juga meminta belas kasihan. Hanya ada ketegaran mencoba menepis getir yang ia rasakan. Tampak sekali ibu itu hanya ingin berbagi untuk sedikit meluruhkan kegundahan hati akan nasib anaknya.
“ Alhamdulillah sekarang sudah terkumpul sedikit uang untuk biaya berobatnya. Mau saya bawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Ada seorang dokter yang begitu perhatian padanya dan berjanji mau membantu pengobatannya. Gratis. Mudah-mudahan dokter  itu hari ini ada,” Ia tersenyum penuh harap. Meski bias wajahnya tidak menghilangkan kegundahan yang ia rasakan,  tetapi rasa optimis dan kasih yang begitu besar  terpancar di sorot matanya.
Saya terhenyak. Menyembunyikan rasa haru yang menyesakkan dada. Ibu, begitu besar kasihmu. Kesabaranmu bagai mata air yang tak pernah putus. Semangatmu bagai api yang tak kunjung padam. Dan saya hanya dapat terpaku. Menyadari, betapa kesabaran saya pada anak-anak kadang begitu mudah punah ditelan lelah dan riuhnya tugas sehari-hari. Meski begitu banyak kelimpahan dan kemudahan yang saya peroleh, namun terkadang begitu mudah pula keluh terlontar dari bibir saya. Betapa malunya saya padamu, wahai Ibu.  Semoga Allah yang maha rahman dan rahim  mendengar doa-doa khusyu’ yang terucap dari bibirmu. Semoga pula  keberkahan selalu menyertai  setiap langkahmu. Aamiin Allahumma Aamiin

Senin, 28 Desember 2015

Travelling with Baby, Bandung-Malang (Jatim Park part 2)







Kami berangkat dari Bandung sekitar pukul 10 malam. Menempuh perjalanan malam menjadi salah satu pilihan karena pertimbangan efektifitas waktu dan agar anak-anak bisa beristirahat selama perjalanan. Si Ayah sudah mempersiapkan segalanya dengan matang. Mempersiapkan GPS; termasuk mempersiapkan tempat tidur alakadarnya di bagian belakang mobil agar anak-anak bisa selonjoran. Membuat tempat tidur ini sudah menjadi agenda kami setiap kali  menempuh perjalanan jauh.
Hujan yang turun  mengiringi perjalanan  ke arah timur Jawa membuat laju kendaraan sedikit tersendat. Alhamdulillah perjalanan Bandung-Semarang lancar dan kami tiba di Semarang pagi hari. Setelah sholat subuh di masjid  yang ditemui di perjalanan, mobil diarahkan ke Semarang Kota untuk  mencari sarapan lezat.
Selama ini saya banyak melakukan kunjungan keluar kota dalam rangka pekerjaan. Medan, Balikpapan, Padang dan Surabaya adalah beberapa kota yang pernah saya kunjungi. Beberapa kota lain yang juga pernah saya kunjungi antara lain Makassar, Jogjakarta dan Solo.  Namun belum sekalipun saya  pernah menginjakkan kaki di Semarang. Maka Semarang  merupakan “most wanted city” yang saya ingin kunjungi dalam perjalanan ini. Pandangan mata sekilas, tidak banyak yang istimewa dari kota ini. Sama umumnya seperti kota-kota besar lainnya. Pusat keramaian berada di Simpang Lima. Udara yang cukup panas menjadi salah satu penanda kota ini. Tadinya saya ingin mampir ke Lawang Sewu, namun karena si Ayah tidak kunjung menemukan jalan masuknya akhirnya kami membelokkan arah untuk mencari sarapan. Soto Kudus Mbak Lien menjadi tujuan kami, berdasarkan (lagi-lagi) hasil browsing si Bunda. Tidak sulit menemukan tempat makan yang cukup terkenal ini. Namun porsinya yang kecil- sesuai dengan harga, sedikit agak  mengejutkan. Rasanya menurut saya cukup enak, meski masih standar. Saya sempat  mencicipi Lekker  camilan khas kaki lima  yang rasanya yummi dan anak-anak suka.  Oya sebelum melanjutkan perjalanan, kami mampir dulu ke pusat oleh-oleh Jl. Panandaran untuk membeli lumpia Semarang sebagai bekal perjalanan. 



 

Sebenarnya ada keinginan untuk menjelajahi kota Semarang lebih jauh, namun waktu yang terbatas menghambat langkah kami. Jadinya cuma bisa dadah-dadah cantik…… Mudah-mudahan kelak ada waktu untuk lebih jauh mengenalmu, Semarang.
Kami tak langsung menuju Jatim Park tetapi mampir dahulu ke rumah teman lama kami, keluarga dr. Tasfiyah di Salatiga. Setelah puas bercengkrama, dijamu dan si Ayah istirahat sebentar (nyetir 24 jam lebih soalnya bow..) sorenya capcuss.
Perjalanan Salatiga-Batu (Malang) ternyata lumayan jauh. Melewati beberapa kota kecil di daerah Jawa Timur-Jawa tengah yang ingin saya singgahi jika kelak ada waktu luang; diantaranya kota  Brebes, Pekalongan, Kendal dan Tegal.  Sementara hari beranjak semakin malam. Si Ayah sudah mulai kelelahan dan sempat ngantuk berat sementara perjalanan menuju Batu masih jauh dan menanjak. Sempat beristirahat sejenak walau tidak lama karena perkiraan  jalan menuju Batu tidak lama lagi.  Setelah menempuh perjalanan di kegelapan malam, akhirnya kami tiba juga di Batu tepat tengah malam. Sebelumnya karena agak mendadak, kami tidak mendapat kamar di hotel Pohon Inn, hotel yang lumayan happening di Batu karena sudah fully booked. Akhirnya setelah mencari-cari yang dekat dengan lokasi wisata didapatkan Pondok Jatim Park yang persis berada di area Jatim Park 1.  Sebenarnya  lokasinya sangat mudah dicapai, namun berhubung  kami  sangat  mengandalkan GPS dan google map sementara semua baterai gadget dalam keadaan mati  jadilah kami terkatung-katung di tengah kota Batu pada tengah malam.
Sebenarnya kota Batu pada tengah malam masih lumayan ramai. Beberapa warung makanan masih dipenuhi pembeli. Namun saat kami menanyakan alamat hotel Jatim Park ternyata banyak yang tidak tahu. Salahnya kami juga tidak tahu  kalau hotel itu  ternyata berada di dalam area jatim Park. Pantas saja beberapa kali bolak-balik tidak juga menemukan hotel tersebut. Apalagi saat itu sudah tengah malam dan kondisi sudah mengantuk, lelah dan lapar. Anak-anak pun sudah terlelap pulas.
Alhamdulillah setelah berhasil menemukan hotel dan beristirahat , esoknya bangun dalam keadaan bugar dan  bersemangat untuk bertualang ke Jatim Park.
 Jatim Park…. I’m coming..
Setelah dihitung-hitung… kami cuma punya waktu dua hari full untuk menikmati beragam destinasi di kota Batu Malang. Oke, baiklah.. kami coba memaksimalkan waktu agar semua keinginan terpenuhi dengan menyusun rencana perjalanan sebagai berikut:
Jatim Park 1 termasuk museum Bagong (museum tubuh)  dan museum Angkut menjadi destinasi hari pertama.
Selanjutnya, Jatim Park 2  yang meliputi Batu Secret Zoo* , Eco Green Park, Museum Satwa dan BNS (Batu Night Spectacular) menjadi destinasi hari kedua.
Kami memutuskan membeli tiket paket sakti  yang meliputi keenam area destinasi tersebut dengan harga  Rp 275.000 yang berlaku dua hari.
* Oya karena Batu Secret zoo  mulai pukul 10.00 sementara kami sudah  siap sedari pagi jam 08.00 teng, akhirnya kami memutuskan  berkunjung ke Eco Green Park terlebih dahulu yang  sudah buka sejak jam 09.00 pagi, setelah itu siangnya baru ke batu Secret Zoo.  Itu pun anak-anak yang sudah excited masih menunggu sekitar setengah jam sebelum gerbang Eco Green Park dibuka. Maklum, selisih waktu satu jam cukup berarti untuk kami yang datang dari jauh dan memiliki waktu yang terbatas. Kedepannya sih salah satu masukan ke pengelolanya, kalau bisa semua area wisata di Batu  bisa dimaksimalkan jam bukanya sejak pagi  hari terutama untuk peak season atau libur panjang. Untuk Jatim Park 1 tidak ada masalah karena sudah buka sejak pukul 08.30 pagi.
Bismillah…