Hallo.. Assalamualaikum..
Setelah sekian lama, saya
baru bisa menulis blog lagi karena kesibukan yang begitu padat. Terakhir
adalah proses penerimaan putra sulung saya masuk Perguruan Tinggi Negeri. Ini yang ingin saya bagikan kepada
pembaca blog. Sedikit sharing dari seorang ibu yang berjibaku mendampingi anak
masuk Perguruan Tinggi. Dan ternyata cukup banyak pelajaran yang saya dapat
disini :)
Kilas balik sedikit, saya adalah alumni sebuah SMA dan PTN
favorit di Bandung. Masa-masa saya menempuh masa transisi pendidikan dari SMA
ke Perguruan Tinggi terbilang lancar. Mungkin karena factor SMA favorit yang turut berpengaruh
meski saya juga tidak terlalu paham. Yang jelas saat itu zaman zonasi belum
ada. Alumni dari SMA saya sistemnya seperti bedol desa, saking banyaknya yang
lulus masuk PTN favorit. Saya ingat sekali, waktu itu melakukan pendaftaran tes
perguruan tinggi negeri bersama dengan kawan-kawan sekelas (waktu itu
disebutnya UMPTN). Kami mendatangi kampus ITB di jalan Ganesha dan mengikuti
saja petunjuk yang ada untuk melakukan pendaftaran. Simple dan tuntas. Kemudian mengikuti ujian sesuai
jadwal. Orangtua yang kebetulan sedang dinas di seberang pulau sama sekali
tidak tahu apa-apa tentang prosesnya. Mereka hanya menerima kabar ketika pengumuman kelulusan.
Masa sekarang, saya temukan bahwa proses yang dialami anak sulung
saya jauh berbeda. Tidak hanya menuntut keterlibatan orangtua lebih intens;
baik dari segi biaya, informasi dan
dukungan lainnya; namun juga harus lebih sigap dan lincah dalam menyusun
strategi untuk target lulus PTN.
Berbeda dengan saya; putra sulung saya, Abang adalah produk jaman zonasi.
Terutama zaman dimana jarak dan nilai skor NEM masih menjadi kunci penentu. Skor NEM Abang yang lumayan tinggi untuk ukuran masa itu dan
diprediksi bisa masuk salah satu dari tiga besar SMA favorit di Bandung,
ternyata meleset. Jarak tempat tinggal kami yang cukup jauh membuat
kami gagal memasukkan Abang ke salah satu dari dua besar SMA favorit di Bandung.
Jadi Abang akhirnya masuk ke SMA pilihan kedua. SMA tersebut masih berada di dalam 10 besar SMA negeri
favorit di Bandung.
Masa-masa pandemic menjadi tantangan untuk Abang
menyelesaikan SMAnya. Tetapi Alhamdulillah akhirnya terlalui juga dan
meninggalkan kenangan manis baginya. Sejak masuk kelas 11, kami sudah mulai
mengingatkan akan persiapan ujian PTN. Namun sejak awal yang menjadi concern utama
saya adalah pilihan minat atau jurusan yang ia pilih di PTN. Hal ini penting,
karena saya tidak mau ia salah memilih jurusan yang berdampak merugikan masa
depannya. Maka, kami sebagai orangtuanya memberikan keleluasaan baginya untuk
bereksplorasi memilih bidang mana yang menjadi minatnya. Jujur, memang ada sedikit
keinginan yang terselip dari ayahnya agar ia memilih fakultas kedokteran
seperti ayahnya. Apalagi kami perhatikan Abang terbilang cukup tekun dan
mandiri dalam belajar. Prestasinya pun cukup baik meski kadang belum sepenuhnya
konsisten. Namun kami berdua menyadari
bahwa hal ini adalah sepenuhnya pilihannya, haknya untuk memilih bidang yang
menjadi passionnya. Sejak awal kami memang benar-benar menekankan kepada Abang
untuk mengikuti apa yang menjadi passionnya, sehingga kelak ia akan enjoy dan memiliki
motivasi yang tinggi untuk berkiprah di bidangnya. Kami sebagai orangtua,
sebatas memberikan dukungan yang diperlukan saja. Alhamdulillah, kalau saya perhatikan proses
pemilihan jurusan yang Abang lakukan relative smooth. Sejak awal minatnya
memang sudah terlihat kuat di area Teknologi Informasi, meski ia sempat juga
tertarik pada bidang psikologi, MIPA dan kepenulisan/sastra. Minatnya semakin
terasah dengan bergabungnya ia pada ekskul TI di SMAnya; bahkan sempat menjadi
pengurus dan sharing materi ke adik kelasnya.
Maka tidak heran, saat di kelas 12 ketika kami bertanya kembali, apa yang menjadi pilihannya, ia menjawab mantap : STEI ITB. Satu sisi saya memang memahami pilihannya. STEI ITB adalah salah satu pendidikan terbaik untuk siswa-siswa yang memiliki ketertarikan tinggi di bidang TI. Akan tetapi tentunya semua orang tahu, bagaimana sulitnya masuk ke STEI ITB. Persaingan sangat ketat dan melibatkan semua siswa terbaik se Indonesia.
Nanti kita lanjut lagi ya tentang bagaimana perjuangan Abang untuk meraih kursi di salah satu PTN terbaik di Indonesia dan sedikit sharing tentang apa yang perlu orangtua lakukan untuk membantu putra-putrinya yang saat ini duduk di kelas 12 dalam memilih jurusan di perkuliahan. (Bersambung)