Kamis, 28 Desember 2017

CATATAN KULINER SINGKAT SEPUTAR SURABAYA DAN MADURA

Tulisan ini sempat akan dimuat di Majalah Sekar pada tahun 2013, namun karena keterbatasan kualitas dan kuantitas  foto  yang saya kirimkan akhirnya pak editor membatalkan pemuatannya (hiks :(( ).  Setelah itu, tulisan ini mengendap cukup lama  sebelum akhirnya saya posting di blog. Saya  memutuskan mempostingnya di blog dengan harapan akan lebih bermanfaat untuk pembaca yang membutuhkan. Hikmahnya, saya  memahami bahwa sebagai penulis tidak cukup  hanya mengandalkan skill menulis yang masih sangat terbatas ini, namun sesungguhnya saya  juga membutuhkan keterampilan fotografi agar dapat menghasilkan  foto-foto cantik untuk melengkapi  tulisan saya agar lebih menarik. Mudah-mudahan kelak bisa dapat kesempatan untuk belajar  ya :). Oya tulisan ini adalah hasil pengamatan saya mengunjungi kota Surabaya dalam dua kali kesempatan berbeda  untuk kemudian saya rangkum dalam  bentuk tulisan di bawah ini. Selamat Membaca :)



Sinar mentari yang terik menyengat kulit menyambut saya saat turun dari pesawat di bandara Juanda, Surabaya.  Namun demikian, hal ini tidaklah menghalangi niat saya untuk menyusuri kota pahlawan, menjelajahi sudut-sudutnya serta mencicipi kulinernya yang lezat menggoda.  Pada saat saya berkunjung, kebetulan bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Surabaya. Beberapa pusat perbelanjaan terlihat menggelar discount besar-besaran dalam rangka menyambut hari jadi Surabaya tersebut. Sungguh menarik! Namun saya lebih tertarik untuk mengeksplorasi khasnya kuliner Surabaya yang terkenal maknyus itu.   

Surabaya yang Heterogen
Surabaya  dikenal sebagai kota nomor dua terbesar di Indonesia dengan penduduk sekitar tiga juta jiwa  dan banyak dihuni oleh pendatang dari daerah lain. Penduduk Surabaya cukup heterogen.  Meski di Surabaya, suku Jawa termasuk mayoritas namun Surabaya juga menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai suku bangsa termasuk Madura, Tionghoa, Arab dan sejumlah suku  yang berasal dari berbagai daerah di nusantara. Dengan keragaman suku bangsa dan budaya yang ada, maka tak heran kalau Surabaya menjadi kota yang  memiliki variasi kuliner yang kaya. 

Sarapan pagi di Gresik
Jam yang melingkar di pergelangan  tangan saya menunjukkan pukul delapan pagi. Namun  panasnya sengatan matahari menunjukkan waktu seolah-olah sudah menjelang tengah hari. Perut yang melilit mengingatkan saya untuk segera beranjak mengisi perut sebagai asupan energy  untuk menjelajah  kota. Maka, saya langkahkan kaki menuju Gresik untuk menuntaskan rasa penasaran saya  terhadap menu kuliner khas Gresik  yang konon banyak dijaiakan oleh warga Madura yaitu Nasi krawu. Perjalanan Surabaya-Gresik  cukup lancar melalui tol. Syukurlah, meski pagi mulai menjelang siang, nasi Krawu Mbuk Zainab yang menjadi incaran saya masih tersedia. Kedai nasi krawu ini terbilang sederhana. Dengan hanya menggelar meja beralas plastik untuk  tempat nasi dan  lauk pauk  serta bangku kayu panjang di depan sebuah warung di Jalan KH. Faqih Usman, kedai nasi Krawu ini  cukup dikenal oleh penggemar kuliner di kota Gresik. Seporsi nasi krawu yang dialas daun pisang dengan lauk daging sapi yang diris dan siraman kuah semur serta  taburan  semacam serundeng  plus sambal yang nendang  dihargai sembilan ribu rupiah.



 
Selepas menandaskan seporsi nasi Krawu  yang nikmat ditemani segelas teh hangat, saya segera beranjak. Cuaca Surabaya yang tak juga teduh membuat tenggorokan saya terasa kering. Maka saat kembali ke Surabaya, saya menyempatkan diri mampir merasakan kesegaran es sinom. Pedagang es sinom ini  banyak  yang menjajakan dagangan di sisi jalan raya. Dengan kemasan yang praktis, ekonomis dan harga yang murah meriah, tak heran kalau es sinom ini cukup banyak penggemarnya. Segelas es sinom cukup ampuh meredakan teriknya sinar matahari Surabaya yang semakin menyengat siang itu.
Icip-icip Kuliner Surabaya
Lepas tengah hari, masih banyak daftar kuliner yang menjadi buruan saya selama di Surabaya. Salah satunya yang membuat saya  penasaran  adalah rujak cingur. Berbekal rekomendasi dari seorang teman, maka saya pun mampir ke rumah makan Genteng Durasim  yang kabarnya menyajikan rujak cingur yang paling  lezat seantreo Surabaya. Rumah makan ini terletak tidak jauh di belakang Pasar Genteng, pusat oleh-oleh yang terkenal di Surabaya. Interior rumah makan tampak  terkesan “jadul”, seolah waktu terhenti di satu titik.  Namun pelayanannya cukup sigap. Tanpa menunggu terlalu lama, satu porsi rujak cingur  tanpa lontong seharga lima belas ribu rupiah menjadi bukti kebenaran ucapan teman saya tadi. Potongan buah-buahan segar seperti ketimun, nenas, bengkoang, plus  sayuran  serta  cingur atau hidung sapi yang disiram oleh bumbu kacang kental terasa lezat dan sangat pas mengimbangi  cuaca panas Surabaya.  Cita rasa petis terasa di lumuran bumbu kacang ini. Tak lupa saya  mencicipi seporsi rawon dan lontong mie yang juga tersedia di rumah makan ini.  Meski demikian, bisa dikatakan bahwa  rujak Cingur adalah juaranya di rumah makan ini. Bumbu kacang yang kental ini kembali saya jumpai kala menyantap hidangan tahu telur di rumah makan Laksana Jaya. Selain sajian tahu telur, sajian khas lainnya seperti Krengsengan dan udang penyet juga terbilang lezat dan mengudang selera. Secara keseluruhan  untuk menu tersebut harganya cukup terjangkau.


Tak hanya kuliner berbumbu kacang, sajian kuliner berkuah pun tidak saya lewatkan. Hari berikutnya, di antara rinai hujan yang membasahi tanah Surabaya, saya menyempatkan singgah ke Sidoarjo untuk mencicipi  sepiring lontong kupang.  Sajian ini termasuk ke dalam kuliner khas dan unik di Surabaya. Saya beruntung, karena ketika tiba, lontong kupang baru saja selesai dimasak. Potongan lontong yang di siram kuah berisi kupang yaitu hewan laut semacam kerang yang bentuknya kecil-kecil dengan beberapa buah cabai  segera  tersaji di hadapan saya.  Cita rasanya  yang cenderung  manis  sungguh unik dan segar menyatu di lidah.  

Tak lupa sepiring lento, sejenis gorengan yang  renyah terbuat dari  parutan singkong dan kacang tolo turut terhidang menambah  lezat lontong kupang yang saya nikmati. Meski pagi itu Surabaya dingin  oleh gerimis, hal ini tidak   mengurangi kenikmatan menyantap seporsi lontong kupang.  Oya, jangan lupa memesan sepiring sate kerang dan segelas air kelapa untuk menemani Lontong kupang ini. Selain memiliki fungsi untuk menetralisir  hidangan lontong kupang,  air kelapa juga sangat cocok diminum  usai menyantap lontong Kupang.


Berkunjung ke Masijd dan  Makam Sunan Ampel
Keterbatasan waktu membuat saya dan teman-teman hanya sempat singgah di tempat tujuan kami selanjutnya, yaitu masjid dan makam sunan ampel,  ketika malam tiba. Hal ini membuat saya tak berkesempatan untuk “icip-icip” kuliner khas arab seperti roti Maryam yang buka pagi hari di kawasan wisata religi yang dikenal dengan nama kampung Arab tersebut.  Namun hal ini tak mengurangi  antusiasme saya. Untuk menuju makam sunan ampel, saya harus melewati Jalan ampel suci, sebuah gang atau jalan kecil sepanjang kurang lebih 400 meter. Yang menarik  dari jalan tersebut adalah banyaknya pedagang yang menjajakan barang-barang khas timur tengah  di sepanjang gang. Tak hanya abaya atau peci haji, bahkan kurma dan beragam barang lain yang biasa ditemui di kawasan Timur tengah termasuk oleh-oleh khas haji atau umrah banyak tersedia di sana. Tiba di ujung gang, tampak oleh saya keramaian suasana malam di  masjid dan area pemakaman.  Banyak sekali peziarah yang kabarnya datang dari berbagai pelosok daerah menghabiskan malam dengan berdoa dan berzikir di sekitar pemakaman.  Saya menyempatkan diri untuk membasuh wajah sejenak dengan  air yang tersimpan di beberapa guci besar yang tersedia. Air tersebut  berasal dari sumur  yang terdapat di kawasan pemakaman. Konon air tersebut dipercaya memiliki khasiat untuk pengobatan.


Menyebrang  Jembatan  Suramadu
Berkunjung ke Surabaya, tentunya kurang afdol apabila tidak singgah di Madura. Maka Madura menjadi tujuan saya selanjutnya. Untuk menuju Madura  saya terlebih dahulu harus berkendara melewati jembatan Suramadu. Jembatan  sepanjang 5.438 meter ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Jembatan megah  yang melintasi selat  Madura ini segera menjadi ikon Madura dan Surabaya. Ingin rasa hati  berhenti di sisi jembatan untuk menyaksikan pemandangan  selat Madura sembari menikmati angin laut, namun apa daya, menurut informasi, kendaraan tidak diperkenankan berhenti di jembatan Suramadu.
Tujuan  saya selanjutnya di tengah terik matahari Madura, tidak lain dan tidak bukan adalah  untuk mencicipi hidangan bebek  di rumah makan Bebek Sinjay di daerah Bangkalan  yang terkenal itu.  Meski sepanjang jalan berdiri beberapa rumah makan yang juga menjual masakan bebek, namun demi memuaskan rasa penasaran terhadap menu masakan bebek  di rumah makan  bebek sinjay, maka saya dan teman-teman  tetap menelusuri jalan menuju rumah makan tersebut. Ternyata, benar saja. Suasana  yang cukup ramai dengan antrian pengunjung untuk memperoleh seporsi hidangan berisi nasi, bebek goreng dan sambal mangga segera menyambut saya ketika tiba disana. Harga seporsi makanan ini cukup murah. Sajian bebek goreng yang empuk dengan cita rasa asin gurih plus sambal mangga yang pedas berhasil membuat keringat saya bercucuran di siang hari yang panas itu.
Setelah mengisi perut dan energy terasa kembali pulih,  saya segera beranjak untuk berburu oleh-oleh cantik khas Madura,  terutama batik Madura. Masih di daerah Bangkalan, tepatnya jalan KH Moh Kholil, Saya menyempatkan diri untuk mampir di Tresna Art, sebuah  toko yang menjual pernak-pernik cantik khas Madura. Setelah sebelumnya masuk melalui gang sempit, tak dinyana  di dalamnya ternyata  terdapat tempat yang cukup luas. Interior yang cantik dan pemandangan yang menyejukkan segera menyapa saya. Tak hanya menawarkan batik-batik cantik khas Madura dengan desain yang menawan, di Tresna Art saya juga menemukan jejak-jejak  kebudayaan asli Madura.  Di tengah kerimbunan taman  bagian dalam Tresna Art yang asri, terdapat sebuah rumah adat tradisional khas Madura. Rumah cantik yang dilengkapi dengan perangkat tempat tidur antik dan koleksi barang-barang kuno itu tak ubahnya seperti sebuah museum mini.






Tak lupa saya sempatkan mencicipi menu tradisional khas Madura yang disajikan Tresna Art yaitu sup jagung seharga 15 ribu rupiah. Semangkuk sup dengan kuah gurih berisi potongan daging dan taburan jagung marning yang renyah segera licin tandas.


Menjelang sore, setelah mengakhiri kunjungan di Tresna Art, saya mampir ke Pasar Wisata Bangkalan untuk membeli beberapa potong batik cantik sebagai buah tangan. Tak salah dugaan saya, beragam batik dengan motif yang cantik  sempat membuat saya kebingungan untuk memilihnya. Dengan harga yang cukup bersaing dan variatif, mulai empat puluh ribu rupiah sampai dengan jutaan rupiah perpotong, kita punya  banyak pilihan.  


Sepulang dari  Madura, saya tidak melalui jembatan Suramadu kembali. Keinginan untuk melihat sisi lain Selat Madura di malam hari membuat saya  mencoba sensasi naik ferry dalam perjalanan dari Madura ke Surabaya. Tampak gemerlap lampu dermaga di kegelapan malam menyambut saya saat kembali ke Surabaya.

Oleh-oleh dari  Surabaya

Pasar Genteng merupakan tempat yang tidak boleh dilewatkan apabila berkunjung ke Surabaya, terutama untuk membeli oleh-oleh. Beragam penganan khas kota pahlawan  tersedia lengkap di Pasar Genteng  dengan harga bersaing. Selain Pasar Genteng, toko oleh-oleh Bu Muzanah yang terletak di Gresik dapat menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk berbelanja buah tangan, terutama bandeng isi atau bandeng presto. Dengan harga yang cukup murah, sekitar 20 ribu untuk bandeng presto dan sekitar  40 ribu untuk bandeng isi  kita dapat membawa pulang oleh-oleh bandeng untuk keluarga tercinta di rumah. Tidak hanya bandeng, penganan seperti Lapis Surabaya dengan kemasannya yang cantik pun cocok sebagai buah tangan.  Jangan lewatkan pula untuk membeli sambal Bu Rudy yang terkenal. Dengan varian rasa yang  beragam serta rasa pedasnya yang nikmat dijamin akan membuat Anda ketagihan.
Waktu yang berlalu demikian cepat, pada akhirnya membuat saya harus mengakhiri kunjungan saya ke Surabaya. Masih terkenang rasa  lezat dan uniknya kuliner Surabaya. Saya hanya dapat berharap semoga lain waktu saya memiliki kesempatan untuk kembali beranjangsana ke Surabaya.