Kamis, 12 Januari 2017

Eksplorasi Keindahan Bukit dan Pantai di Kawasan Garut Selatan




Assalamu'alaikum.... jumpa lagi di tahun 2017, setelah tahun 2016 yang sama sekali tidak produktif untuk menulis blog :( tapiii... produktifnya di bidang lain sih... hehe...
Untuk mengawali hari-hari awal di  tahun 2017 ini, saya akan bercerita tentang  salah satu tempat wisata di Jawa Barat yaitu pantai di Garut Selatan. Tulisan ini juga sudah pernah dimuat di Majalah Sekar (almarhum) beberapa  tahun lalu dengan editan di sana-sini. Berikut tulisan aslinya.

Indonesia memiliki banyak kawasan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah kawasan pantai di Jawa Barat. Beberapa diantaranya yang sudah terkenal adalah pantai Pangandaran atau Pelabuhan Ratu.  Waktu yang terbatas sementara disisi lain saya ingin mencari tempat  yang menjanjikan ketenangan dan kenyamanan, membuat saya  tergerak untuk mengeksplorasi  kawasan wisata yang belum banyak dikunjungi orang dalam jarak yang tidak terlalu jauh dari Bandung, kota tempat tinggal saya.  Pilihan saya  jatuh  ke kawasan pantai di Garut Selatan yang indah dan masih alami. Perjalanan saya lakukan melalui jalur selatan Bandung yaitu Pangalengan-Cisewu. Jalur ini terhitung baru karena  baru saja diresmikan oleh Ahmad Heryawan,  Gubernur Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 2013 lalu. Dan ternyata pilihan saya tidak salah. Tidak hanya wisata pantai yang saya dapatkan, namun saya pun berkesempatan untuk menikmati kesejukan pegunungan. Benar-benar wisata yang lengkap dalam waktu yang singkat dengan biaya murah meriah. Tak percaya? Berikut pengalaman saya kala menelusuri jalur selatan Bandung menuju  pantai Rancabuaya, salah satu pantai di kawasan Garut selatan.

Situ Cileunca dan Jalur Perkebunan Teh
Perjalanan saya pagi itu dimulai dari Bandung, kota tercinta.  Tanpa membuang waktu,  tepat jam enam pagi saya memulai petualangan saya dengan menggunakan kendaraan pribadi menuju arah selatan  Bandung yaitu  Banjaran-Pangalengan.  Jalan tidak terlampau macet saat itu karena hari libur.
Selepas keramaian Banjaran memasuki Pangalengan, mata saya menangkap pemandangan cantik  sebuah danau di sisi kiri  jalan raya yang saya lalui. Jika selama ini danau  yang banyak dikenal di Bandung dan sekitarnya adalah situ Patenggang, ternyata baru saya jumpai situ atau danau lain yang tak kalah cantiknya dengan situ Patenggang. Situ Cileunca, adalah sebuah danau buatan seluas kurang lebih 1400 hektar.  Meski tidak seterkenal situ Patenggang, namun  situ Cileunca menawarkan view yang tak kalah  menyegarkan. Letaknya yang berada tepat di sisi jalan raya semakin mempermudah akses jalannya. Situ ini dapat dinikmati dari berbagai sisi selain dari pintu masuk dengan membayar 5000 rupiah juga dari warung-warung makan yang berada di tepian situ. Sungguh pengalaman menyenangkan-menghabiskan pagi dengan menikmati segarnya pemandangan danau yang tenang  sambil sarapan di tepian Situ Cileunca.



Sepanjang jalur Pangalengan, cantiknya hamparan perkebunan teh dan pebukitan sungguh memanjakan pandangan mata. Jalan baru  yang mulus semakin menambah lancar perjalanan. Tak jemu rasanya melihat pemandangan kanan-kiri jalan. Tak hanya view  perkebunan teh yang memikat mata  namun  pemandangan  kehijauan bukit dan lembah  sungguh cantik sehingga perjalanan jadi tak terasa membosankan.
Oya, untuk anda yang menggunakan kendaraan umum,  dapat ditempuh dengan beberapa alternative transportasi yaitu dengan menggunakan angkutan umum rute Bandung-Pangalengan-Cisewu atau elf dari arah Garut. 


 

  
Jalur indah namun mendebarkan
Selepas dimanjakan hamparan daun teh,  pemandangan bukit dan tebing yang curam serta  derasnya aliran sungai di sela-sela batu kali semakin mempesona perjalanan saya kali ini. Sepanjang Pangalengan-Cisewu, jalur  diwarnai  tikungan dan kelokan yang semakin tajam serta  tanjakan maupun turunan yang semakin curam. Jalan di tepian jurang berkelok-kelok  sambung menyambung membelah bukit dan gunung, sehingga pengendara harus ekstra hati-hati dan kondisi kendaraan harus dipastikan benar-benar prima. Sungguh  perjalanan yang menantang dan memicu adrenalin. Namun semua itu sepadan dengan pemandangan indah yang tersaji sepanjang  jalur ini.  Untunglah kondisi jalan  yang masih baru ini dalam keadaan  mulus, sehingga tak banyak hambatan lain yang dijumpai kecuali tikungan dan tanjakan atau turunan yang curam tadi.
Jangan sia-siakan pemandangan yang mungkin sangat jarang anda temui dalam keseharian. Bahkan, saya terpaksa harus berkali-kali menepi  menghentikan laju mobil karena pemandangan yang ada di hadapan mata sungguh sayang untuk dilewatkan begitu saja. Jalur sepanjang Cisewu ini  membuat saya benar-benar terpesona.  Pemandangan di sisi jalan adalah lembah yang curam namun juga sekaligus sangat indah.  Menimbulkan rasa ngeri namun juga kagum  yang tak putus-putus. Subhanallah..  keindahan ini semakin dilengkapi pula dengan pemandangan hamparan sawah yang dibuat bertingkat-tingkat karena kontur tanah yang berbukit serta tebing-tebing yang mengelilinginya. 
Jalan yang dibuat cukup  banyak memapas pebukitan, namun di sisi lain membuat daerah ini rawan longsor. Pada beberapa jalur, para pengemudi diharapkan untuk ekstra hati-hati karena kondisi jalan yang tak mulus dan bergelombang. Namun jumlahnya hanya sedikit dibanding jalan yang mulus.
Meski saya seringkali singgah untuk menikmati indahnya pemandangan, namun jalan yang mulus membantu  perjalanan saya menjadi cukup cepat. Terhitung  saya menghabiskan waktu hanya 4,5 jam dari Bandung untuk sampai di tempat yang saya tuju, yaitu pantai Rancabuaya. Pemandangan yang menakjubkan segera menyambut saya selepas daerah Cisewu menuju Rancabuaya.  Dari arah pebukitan tampak samar-samar di kejauhan pemandangan garis pantai dengan ombak  yang saling berkejaran.  Garis pantai yang memanjang jauh sampai batas-batas yang tidak terlihat oleh pandangan mata saya.   Cantiknya pemandangan dilengkapi pula dengan  warna-warni alam berupa perbukitan yang hijau oleh pepohonan dan hamparan sawah berpadu dengan pantai dan langit yang biru. Sungguh keindahan yang sempurna.


Pantai Rancabuaya
Tiket masuk kawasan pantai Rancabuaya sangat murah. Hanya kurang lebih sekitar 3 ribu rupiah perorang, Total sekitar 10 ribu yang saya bayarkan untuk  kendaraan yang berisi  tiga orang dewasa dan dua anak-anak.
Pemandangan pantai yang cantik dengan pasir putih dan batu-batu karang segera menyambut saya saat tiba di Rancabuaya.  Sekilas melihat, saya segera tahu bahwa pantai ini sungguh sangat layak saya singgahi setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan mendebarkan.  Meski di beberapa tempat tampak  sedikit kotor oleh sampah yang berserakan namun  hal ini tidak mengurangi rasa antusias saya untuk segera merasakan semilir angin laut. Iklim di pantai tidak sekering dan sepanas umumnya di daerah pantai. Hal ini karena letak pantai yang tidak jauh dari perbukitan, pegunungan  dan melewati hamparan perkebunan teh.
Pantai Rancabuaya adalah pantai sepanjang 1000-2000 meter.  Kesan alami segera terekam di benak saya saat menyaksikan air laut yang bening bersih serta pasir putihnya.  Bagian pantai yang landai kebanyakan dijadikan tempat bagi para pengunjung untuk menikmati keindahan pantai serta para nelayan untuk berlabuh. Sementara di bagian pantai yang lain yang dipenuhi batu karang menjadi sasaran pengunjung untuk menangkap umang. Satu hal yang harus diwaspadai adalah ombaknya yang cukup besar.  Saya sendiri sempat nyaris menjadi korban keganasan ombak di pantai Rancabuaya ini.  Oleh karena itu, kewaspadaan dan kehati-hatian hendaknya tetap dipertahankan selama bermain di pantai.










Saat jam makan tiba, saya segera mengalihkan perhatian ke jajaran warung makan  yang menjual seafood di sekitar Rancabuaya. Harap dimaklumi, apabila di Pangandaran kita punya banyak pilihan untuk makan atau sekedar untuk jajan, maka di Rancabuaya tidak banyak  pilihan. Meski demikian, tidak perlu khawatir karena  hidangan yang tersaji di warung-warung makan di pantai Rancabuaya tidak kalah lezatnya.

                                
Salah satu tempat tujuan saya untuk makan siang itu adalah Warung makan Wajabrik. Warung makan ini merupakan warung makan yang paling terkenal di kawasan Rancabuaya karena hidangannya yang variatif dan rasanya juga cukup lezat. Salah satu hidangan yang menjadi andalan di warung makan Wjabrik dan banyak dicari oleh pengunjung adalah mata lembu. Mata lembu adalah  hidangan yang terbuat dari siput  air laut yang dimasak dengan bumbu saos pedas. Rasanya kenyal cenderung agak alot namun lezat dan gurih. Bersantap seporsi mata lembu  seharga lima puluh ribu rupiah ditemani kelapa muda yang diminum langsung dari buahnya benar-benar  kenikmatan yang tiada terkira.


Apabila ingin bermalam di pantai Rancabuaya tak perlu khawatir. Beberapa penginapan dengan kondisi yang memadai dan recommended tersedia di tepi pantai. Salah satu penginapan yang sempat saya singgahi menyediakan kamar dengan harga 400 ribu rupiah saja permalam dengan fasilitas yang lengkap, termasuk kamar mandi yang bersih di dalam dan berpendingin udara.
Apabila ingin mencoba alternative lain misalnya dengan berkemah atau kemping di tepi pantai juga memungkinkan. Beberapa fasilitas umum seperti kamar mandi umum dan musholla saya lihat juga tersedia di tepi  pantai Rancabuaya.
Berwisata ke pantai Rancabuaya tak hanya bermain di tepi pantai atau berburu umang di sela-sela batu karang. Alternatif lainnya adalah menyaksikan para nelayan yang pulang melaut di pagi hari. Ikan segar hasil tangkapan di laut bisa kita peroleh  dengan membeli langsung ke nelayan. Kita juga bisa meminta untuk langsung dibakar atau dimasak di warung-warung makan yang tesedia di tepi pantai. 
 

Pantai Rancabuaya hanya salah satu dari beberapa pantai yang terdapat di daerah Garut selatan yang dapat dikunjungi oleh wisatawan.  Beberapa pantai lainnya antara lain  pantai Santolo dan pantai Jayanthi.  Pantai-pantai ini bisa dicapai dengan menempuh berbagai jalur, diantaranya melalui Garut –Pameungpeuk, Cianjur ataupun jalur seperti yang saya tempuh yaitu melalui kawasan selatan Bandung; Pangalengan-Cisewu. Salah satu alternative wisata lainnya yang bisa dikunjungi selama di Rancabuaya adalah Puncak Guha untuk menyaksikan view pemandangan pantai dan hamparan perbukitan.
                                  


Setelah puas bermain di Pantai Rancabuaya, saya segera beranjak pulang. Namun  bukan berarti perjalanan wisata saya terhenti sampai disini. Karena perjalanan pulang pun adalah bagian dari wisata yang saya nikmati. Keindahan pemandangan pebukitan yang curam dan hamparan kebun teh yang saya lalui dalam perjalanan pulang seolah menggoda saya seiring dengan turunnya halimun sore itu. Apabila dalam perjalanan pergi  saya  lebih banyak melalui  turunan, maka dalam perjalanan pulang kendaraan lebih banyak dipacu melalui tanjakan. Tiba di Situ Cileunca  saya  menyaksikan  pemandangan kano-kano di antara keemasan cahaya matahari sore.

Tiba di Pangalengan, perut saya  terasa melilit di tengah dinginnya udara sore. Maka saya menyempatkan diri untuk mampir ke rumah makan “Asti” untuk mencicipi sop buntutnya yang terkenal lezat seharga tiga puluh ribu rupiah. Oya, jangan lupa mencicipi sensasi kehangatan bandreknya.  Tak lupa saya mampir untuk membeli oleh-oleh khas Pangalengan  seperti susu murni KPBS dan beragam produk yang terbuat dari susu seperti dodol, permen dan keripik.
Perjalanan kembali dari arah selatan Bandung tak kalah indah  dihiasi pemandangan kerlap-kerlip kota Bandung di kejauhan  saat  senja turun. Sungguh pengalaman wisata yang lengkap dan sempurna di bumi Pasundan.

Btw... foto-foto terakhir tidak bisa diapload karena hp saya tercebur ke pantai :( Jadi terpaksa harus puas dengan gambar apa yang ada :))