Assalamu'alaikum.... jumpa lagi di tahun 2017, setelah tahun 2016 yang sama sekali tidak produktif untuk menulis blog :( tapiii... produktifnya di bidang lain sih... hehe...
Untuk mengawali hari-hari awal di tahun 2017 ini, saya akan bercerita tentang salah satu tempat wisata di Jawa Barat yaitu pantai di Garut Selatan. Tulisan ini juga sudah pernah dimuat di Majalah Sekar (almarhum) beberapa tahun lalu dengan editan di sana-sini. Berikut tulisan aslinya.
Indonesia memiliki banyak kawasan
wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah kawasan pantai di
Jawa Barat. Beberapa diantaranya yang sudah terkenal adalah pantai Pangandaran
atau Pelabuhan Ratu. Waktu yang terbatas
sementara disisi lain saya ingin mencari tempat yang menjanjikan ketenangan dan kenyamanan,
membuat saya tergerak untuk
mengeksplorasi kawasan wisata yang belum
banyak dikunjungi orang dalam jarak yang tidak terlalu jauh dari Bandung, kota
tempat tinggal saya. Pilihan saya jatuh
ke kawasan pantai di Garut Selatan yang indah dan masih alami.
Perjalanan saya lakukan melalui jalur selatan Bandung yaitu Pangalengan-Cisewu.
Jalur ini terhitung baru karena baru
saja diresmikan oleh Ahmad Heryawan, Gubernur
Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 2013 lalu. Dan ternyata pilihan saya tidak
salah. Tidak hanya wisata pantai yang saya dapatkan, namun saya pun
berkesempatan untuk menikmati kesejukan pegunungan. Benar-benar wisata yang
lengkap dalam waktu yang singkat dengan biaya murah meriah. Tak percaya? Berikut
pengalaman saya kala menelusuri jalur selatan Bandung menuju pantai Rancabuaya, salah satu pantai di
kawasan Garut selatan.
Situ Cileunca dan Jalur Perkebunan Teh
Perjalanan saya pagi itu dimulai
dari Bandung, kota tercinta. Tanpa
membuang waktu, tepat jam enam pagi saya
memulai petualangan saya dengan menggunakan kendaraan pribadi menuju arah
selatan Bandung yaitu Banjaran-Pangalengan. Jalan tidak terlampau macet saat itu karena
hari libur.
Selepas keramaian Banjaran
memasuki Pangalengan, mata saya menangkap pemandangan cantik sebuah danau di sisi kiri jalan raya yang saya lalui. Jika selama ini
danau yang banyak dikenal di Bandung dan
sekitarnya adalah situ Patenggang, ternyata baru saya jumpai situ atau danau
lain yang tak kalah cantiknya dengan situ Patenggang. Situ Cileunca, adalah
sebuah danau buatan seluas kurang lebih 1400 hektar. Meski tidak seterkenal situ Patenggang,
namun situ Cileunca menawarkan view yang tak kalah menyegarkan. Letaknya yang berada tepat di
sisi jalan raya semakin mempermudah akses jalannya. Situ ini dapat dinikmati
dari berbagai sisi selain dari pintu masuk dengan membayar 5000 rupiah juga dari
warung-warung makan yang berada di tepian situ. Sungguh pengalaman menyenangkan-menghabiskan
pagi dengan menikmati segarnya pemandangan danau yang tenang sambil sarapan di tepian Situ Cileunca.
Sepanjang jalur Pangalengan, cantiknya
hamparan perkebunan teh dan pebukitan sungguh memanjakan pandangan mata. Jalan
baru yang mulus semakin menambah lancar
perjalanan. Tak jemu rasanya melihat pemandangan kanan-kiri jalan. Tak hanya view perkebunan teh yang memikat mata namun
pemandangan kehijauan bukit dan
lembah sungguh cantik sehingga
perjalanan jadi tak terasa membosankan.
Oya, untuk anda yang menggunakan kendaraan
umum, dapat ditempuh dengan beberapa
alternative transportasi yaitu dengan menggunakan angkutan umum rute
Bandung-Pangalengan-Cisewu atau elf dari arah Garut.
Jalur indah namun mendebarkan
Selepas dimanjakan hamparan daun
teh, pemandangan bukit dan tebing yang curam
serta derasnya aliran sungai di
sela-sela batu kali semakin mempesona perjalanan saya kali ini. Sepanjang
Pangalengan-Cisewu, jalur diwarnai tikungan dan kelokan yang semakin tajam
serta tanjakan maupun turunan yang
semakin curam. Jalan di tepian jurang berkelok-kelok sambung menyambung membelah bukit dan gunung,
sehingga pengendara harus ekstra hati-hati dan kondisi kendaraan harus
dipastikan benar-benar prima. Sungguh perjalanan yang menantang dan memicu
adrenalin. Namun semua itu sepadan dengan pemandangan indah yang tersaji
sepanjang jalur ini. Untunglah kondisi jalan yang masih baru ini dalam keadaan mulus, sehingga tak banyak hambatan lain yang
dijumpai kecuali tikungan dan tanjakan atau turunan yang curam tadi.
Jangan sia-siakan pemandangan
yang mungkin sangat jarang anda temui dalam keseharian. Bahkan, saya terpaksa
harus berkali-kali menepi menghentikan
laju mobil karena pemandangan yang ada di hadapan mata sungguh sayang untuk
dilewatkan begitu saja. Jalur sepanjang Cisewu ini membuat saya benar-benar terpesona. Pemandangan di sisi jalan adalah lembah yang
curam namun juga sekaligus sangat indah.
Menimbulkan rasa ngeri namun juga kagum
yang tak putus-putus. Subhanallah..
keindahan ini semakin dilengkapi pula dengan pemandangan hamparan sawah
yang dibuat bertingkat-tingkat karena kontur tanah yang berbukit serta
tebing-tebing yang mengelilinginya.
Jalan yang dibuat cukup banyak memapas pebukitan, namun di sisi lain
membuat daerah ini rawan longsor. Pada beberapa jalur, para pengemudi
diharapkan untuk ekstra hati-hati karena kondisi jalan yang tak mulus dan
bergelombang. Namun jumlahnya hanya sedikit dibanding jalan yang mulus.
Meski saya seringkali singgah
untuk menikmati indahnya pemandangan, namun jalan yang mulus membantu perjalanan saya menjadi cukup cepat.
Terhitung saya menghabiskan waktu hanya
4,5 jam dari Bandung untuk sampai di tempat yang saya tuju, yaitu pantai
Rancabuaya. Pemandangan yang menakjubkan segera menyambut saya selepas daerah
Cisewu menuju Rancabuaya. Dari arah
pebukitan tampak samar-samar di kejauhan pemandangan garis pantai dengan
ombak yang saling berkejaran. Garis pantai yang memanjang jauh sampai
batas-batas yang tidak terlihat oleh pandangan mata saya. Cantiknya pemandangan dilengkapi pula
dengan warna-warni alam berupa perbukitan
yang hijau oleh pepohonan dan hamparan sawah berpadu dengan pantai dan langit
yang biru. Sungguh keindahan yang sempurna.
Pantai Rancabuaya
Tiket masuk kawasan pantai
Rancabuaya sangat murah. Hanya kurang lebih sekitar 3 ribu rupiah perorang, Total
sekitar 10 ribu yang saya bayarkan untuk
kendaraan yang berisi tiga orang
dewasa dan dua anak-anak.
Pemandangan pantai yang cantik
dengan pasir putih dan batu-batu karang segera menyambut saya saat tiba di Rancabuaya. Sekilas melihat, saya segera tahu bahwa
pantai ini sungguh sangat layak saya singgahi setelah menempuh perjalanan yang
cukup jauh dan mendebarkan. Meski di
beberapa tempat tampak sedikit kotor
oleh sampah yang berserakan namun hal
ini tidak mengurangi rasa antusias saya untuk segera merasakan semilir angin
laut. Iklim di pantai tidak sekering dan sepanas umumnya di daerah pantai. Hal
ini karena letak pantai yang tidak jauh dari perbukitan, pegunungan dan melewati hamparan perkebunan teh.
Pantai Rancabuaya adalah pantai
sepanjang 1000-2000 meter. Kesan alami
segera terekam di benak saya saat menyaksikan air laut yang bening bersih serta
pasir putihnya. Bagian pantai yang
landai kebanyakan dijadikan tempat bagi para pengunjung untuk menikmati keindahan
pantai serta para nelayan untuk berlabuh. Sementara di bagian pantai yang lain
yang dipenuhi batu karang menjadi sasaran pengunjung untuk menangkap umang.
Satu hal yang harus diwaspadai adalah ombaknya yang cukup besar. Saya sendiri sempat nyaris menjadi korban
keganasan ombak di pantai Rancabuaya ini.
Oleh karena itu, kewaspadaan dan kehati-hatian hendaknya tetap
dipertahankan selama bermain di pantai.
Saat jam makan tiba, saya segera
mengalihkan perhatian ke jajaran warung makan
yang menjual seafood di sekitar Rancabuaya. Harap dimaklumi, apabila di
Pangandaran kita punya banyak pilihan untuk makan atau sekedar untuk jajan,
maka di Rancabuaya tidak banyak pilihan.
Meski demikian, tidak perlu khawatir karena
hidangan yang tersaji di warung-warung makan di pantai Rancabuaya tidak
kalah lezatnya.
Salah satu tempat tujuan saya
untuk makan siang itu adalah Warung makan Wajabrik. Warung makan ini merupakan
warung makan yang paling terkenal di kawasan Rancabuaya karena hidangannya yang
variatif dan rasanya juga cukup lezat. Salah satu hidangan yang menjadi andalan
di warung makan Wjabrik dan banyak dicari oleh pengunjung adalah mata lembu.
Mata lembu adalah hidangan yang terbuat
dari siput air laut yang dimasak dengan
bumbu saos pedas. Rasanya kenyal cenderung agak alot namun lezat dan gurih.
Bersantap seporsi mata lembu seharga
lima puluh ribu rupiah ditemani kelapa muda yang diminum langsung dari buahnya
benar-benar kenikmatan yang tiada
terkira.
Apabila ingin bermalam di pantai
Rancabuaya tak perlu khawatir. Beberapa penginapan dengan kondisi yang memadai
dan recommended tersedia di tepi pantai. Salah satu penginapan yang sempat saya
singgahi menyediakan kamar dengan harga 400 ribu rupiah saja permalam dengan
fasilitas yang lengkap, termasuk kamar mandi yang bersih di dalam dan
berpendingin udara.
Apabila ingin mencoba alternative
lain misalnya dengan berkemah atau kemping di tepi pantai juga memungkinkan.
Beberapa fasilitas umum seperti kamar mandi umum dan musholla saya lihat juga
tersedia di tepi pantai Rancabuaya.
Berwisata ke pantai Rancabuaya
tak hanya bermain di tepi pantai atau berburu umang di sela-sela batu karang.
Alternatif lainnya adalah menyaksikan para nelayan yang pulang melaut di pagi
hari. Ikan segar hasil tangkapan di laut bisa kita peroleh dengan membeli langsung ke nelayan. Kita juga
bisa meminta untuk langsung dibakar atau dimasak di warung-warung makan yang
tesedia di tepi pantai.
Pantai Rancabuaya hanya salah
satu dari beberapa pantai yang terdapat di daerah Garut selatan yang dapat
dikunjungi oleh wisatawan. Beberapa
pantai lainnya antara lain pantai
Santolo dan pantai Jayanthi.
Pantai-pantai ini bisa dicapai dengan menempuh berbagai jalur, diantaranya
melalui Garut –Pameungpeuk, Cianjur ataupun jalur seperti yang saya tempuh
yaitu melalui kawasan selatan Bandung; Pangalengan-Cisewu. Salah satu
alternative wisata lainnya yang bisa dikunjungi selama di Rancabuaya adalah Puncak
Guha untuk menyaksikan view pemandangan pantai dan hamparan perbukitan.
Setelah puas bermain di Pantai
Rancabuaya, saya segera beranjak pulang. Namun
bukan berarti perjalanan wisata saya terhenti sampai disini. Karena
perjalanan pulang pun adalah bagian dari wisata yang saya nikmati. Keindahan
pemandangan pebukitan yang curam dan hamparan kebun teh yang saya lalui dalam
perjalanan pulang seolah menggoda saya seiring dengan turunnya halimun sore
itu. Apabila dalam perjalanan pergi
saya lebih banyak melalui turunan, maka dalam perjalanan pulang
kendaraan lebih banyak dipacu melalui tanjakan. Tiba di Situ Cileunca saya menyaksikan
pemandangan kano-kano di antara keemasan cahaya matahari sore.
Tiba di Pangalengan, perut saya terasa melilit di tengah dinginnya udara
sore. Maka saya menyempatkan diri untuk mampir ke rumah makan “Asti” untuk
mencicipi sop buntutnya yang terkenal lezat seharga tiga puluh ribu rupiah.
Oya, jangan lupa mencicipi sensasi kehangatan bandreknya. Tak lupa saya mampir untuk membeli oleh-oleh
khas Pangalengan seperti susu murni KPBS
dan beragam produk yang terbuat dari susu seperti dodol, permen dan keripik.
Perjalanan kembali dari arah
selatan Bandung tak kalah indah dihiasi
pemandangan kerlap-kerlip kota Bandung di kejauhan saat
senja turun. Sungguh pengalaman wisata yang lengkap dan sempurna di bumi
Pasundan.
Btw... foto-foto terakhir tidak bisa diapload karena hp saya tercebur ke pantai :( Jadi terpaksa harus puas dengan gambar apa yang ada :))