Pengalaman saya tinggal di luar
negeri sebenarnya cuma seiprit alias cuma sebentar. Dibandingkan dengan
teman-teman yang bertahun-tahun menetap, berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya atau bahkan ada yang menjadi
warga negara setempat…..wow... jauhh! Berbekal
pengalaman yang cuma sebentar ini plus mendengar dan membaca tulisan tentang
teman-teman yang berkesempatan tinggal di luar negeri, saya coba menuliskan
beberapa point yang umum dialami oleh
para pendatang di negeri orang.
-
Masa adaptasi; pertamakali tiba, jangan heran
kalau banyak hal ditemui akan jauh berbeda dengan apa yang biasa kita jumpai
di tanah air. Sekalipun kita sudah
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
sebaiknya tetap bersiap menghadapi
adanya kejutan-kejutan yang akan mewarnai masa awal sebagai pendatang
baru.
- Jangan terlalu lama menghabiskan waktu untuk terkaget-kaget…karena mau tidak mau kita akan disibukkan dengan beragam kegiatan yang harus dipersiapkan untuk menjalani rutinitas di tempat baru; misalnya mencari tempat tinggal permanent untuk pendatang yang tinggal di tempat sementara, mencari toko yang available untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari, berburu sekolah yang cocok untuk anak-anak sampai menemukan tempat atau komunitas yang nyaman untuk pergaulan. Yang jadi masalah, kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita dapatkan. Belum lagi sejumlah pertimbangan yang menyertai; seperti mendapatkan bahan makanan yang halal dan murah, sekolah anak yang nyaman dan sistem pendidikan yang sesuai dan lainnya.
- Untuk pendatang yang beruntung tinggal di negara muslim, bersyukurlah. Seperti waktu saya di Madinah, Ibaratnya, di supermarket mau mengambil bahan makanan apapun dengan mata tertutup, insya Allah halal. Mau jajan di restoran juga demikian. Hal yang sebaliknya dengan yang saya alami waktu berkunjung ke China. Teman saya yang kebetulan tinggal di negara non muslim juga demikian; harus cermat meneliti kandungan zat-zat yang terdapat dalam bahan makanan yang ingin dibeli apakah masih termasuk halal untuk dikonsumsi atau tidak.
Tapi in shaa Allah, dibelahan dunia manapun tempat kita akan tinggal, akan selalu ada kemudahan dan pertolongan Allah.
- Siap bekerja keras. Mau leyeh-leyeh seperti di Indonesia yang relative mudah mencari asisten? Jangan harap hal itu terjadi kalau kita bermukin di negara lain. Kalau di Indonesia ada si Mbak atau si Bibik yang bisa diandalkan untuk membantu mencuci piring atau mengasuh anak, tinggal di luar berarti kita harus siap mengandalkan diri sendiri atau berbagi tugas dengan pasangan. Cucian menumpuk atau ada tikus di dapur….Ya kudu puter otak sendiri – jangan harap bisa minta tolong sama Mamang tukang sampah untuk membantu mengusir tikus. Tugas keseharian benar-benar tanggung jawab sendiri dan sangat jarang untuk bisa benar-benar libur, kecuali kalau sudah ada kesepakatan dengan pasangan. Demikian juga urusan masak-memasak; kalau libur, mau dikasih makan apa anak-anak? Masalahnya kalau sering-sering jajan, bisa jebol ini kantong hihihi….. Belum lagi masalah selera yang kadang tidak cocok dengan masakan setempat.
Masalahnya bisa berbeda kalau kebetulan tempat kita tinggal berdekatan dengan tetangga sesama orang Indonesia yang doyan masak. Seperti saya waktu di Madinah yang lumayan sering dapat kiriman kue dan masakan enak-enak dari tetangga yang baik hati atau dapat lungsuran sisa makanan dari travel umrah yang makanan jamaahnya tidak habis.
Gengsi? Ke laut aja kalee….Tinggal di luar negeri bukan berarti berfoya-foya lho ya… kecuali kalau tabungan sudah menumpuk atau tanah ada dimana-mana alias kehidupan sudah pasti terjamin ketika pulang ke tanah air nanti. Kalau bagi saya, tinggal di luar negeri artinya ya penghematan. Dan juga menahan diri dari hal-hal yang bisa didapat dengan mudah di tanah air. Misalnya kangen makan batagor atau bakso tapi jangan harap ada yang lewat. Jadinya asyik googling untuk cari tahu gimana cara bikin sendiri.
Maka jangan heran kalau ibu-ibu pemukim luar negeri adalah istri-istri binangkit – jago masak, beberes rumah dan ngurus anak, karena semuanya dikerjakan sendiri. Pokoknya salut berat deh.
- Bergabung di komunitas warga Indonesia. Sebagai sesama warga Indonesia di negara asing; jalinan persaudaraan harus benar-benar erat. Ya, kepada siapa lagi kita menengok apabila kebetulan membutuhkan bantuan. Sebagai sesama perantau, tentu sama-sama mengetahui situasi yang dihadapi di negeri orang; susah-senangnya. Kadang saling ketergantungannya cukup besar; bahkan tak jarang tetangga atau teman yang kita jumpai di sana lebih terasa sebagai saudara atau bahkan keluarga dibandingkan dengan saudara sedarah di tanah air. Hanya saja, ya itu….lingkup pergaulan terasa tidak terlalu luas dibandingkan dengan di tanah air. Apabila di tanah air kita akan banyak bertemu orang baru dalam pergaulan kita atau karena berbagai urusan, misalnya; tapi kalau kebetulan kita tinggal di negara yang warga Indonesianya sedikit ya harus terima saja kalau tiap ada pertemuan ketemunya dengan orang –orang yang sama. Istilahnya 4 L lah….Loe lagi loe lagi.
- Serunya tinggal di luar negeri adalah kesempatan yang terbilang jarang untuk melihat kebudayaan dan pemandangan yang berbeda dengan di tanah air. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Percaya deh… biar nggak punya uang atau bermodal nekad sekalipun; jangan sia-siakan kesempatan untuk berpetualang menelusuri dan menikmati suasana dan budaya setempat yang berbeda dengan tanah air; seperti menikmati kulinernya atau berbincang dengan warga setempat. Mumpung jaraknya dekat. Jangan seperti saya yang menyesal setelah kembali ke Indonesia. Jauh-jauh berkelana di Madinah paling jauh cuma sampai Mekah atau Jeddah. Bahkan Thaif atau Made in Saleh yang tergolong tempat ngetop di Saudi pun belum sempat saya kunjungi. *tepok jidat* Dahulu ketika ada seorang teman yang menyarankan supaya kami mencoba travelling ke Mesir atau Abu Dhabi karena jaraknya terhitung dekat dari Saudi-daripada bolak-balik pulang kampung ke Indonesia- saya hanya tertawa. Sekarang? Huhuhu…. saya hanya bisa gigit jari dan berharap suatu hari dapat kesempatan untuk berpetualang lagi *lirik suami* Aamiin ya Robb.
- Jangan terlalu lama menghabiskan waktu untuk terkaget-kaget…karena mau tidak mau kita akan disibukkan dengan beragam kegiatan yang harus dipersiapkan untuk menjalani rutinitas di tempat baru; misalnya mencari tempat tinggal permanent untuk pendatang yang tinggal di tempat sementara, mencari toko yang available untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari, berburu sekolah yang cocok untuk anak-anak sampai menemukan tempat atau komunitas yang nyaman untuk pergaulan. Yang jadi masalah, kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita dapatkan. Belum lagi sejumlah pertimbangan yang menyertai; seperti mendapatkan bahan makanan yang halal dan murah, sekolah anak yang nyaman dan sistem pendidikan yang sesuai dan lainnya.
- Untuk pendatang yang beruntung tinggal di negara muslim, bersyukurlah. Seperti waktu saya di Madinah, Ibaratnya, di supermarket mau mengambil bahan makanan apapun dengan mata tertutup, insya Allah halal. Mau jajan di restoran juga demikian. Hal yang sebaliknya dengan yang saya alami waktu berkunjung ke China. Teman saya yang kebetulan tinggal di negara non muslim juga demikian; harus cermat meneliti kandungan zat-zat yang terdapat dalam bahan makanan yang ingin dibeli apakah masih termasuk halal untuk dikonsumsi atau tidak.
Tapi in shaa Allah, dibelahan dunia manapun tempat kita akan tinggal, akan selalu ada kemudahan dan pertolongan Allah.
- Siap bekerja keras. Mau leyeh-leyeh seperti di Indonesia yang relative mudah mencari asisten? Jangan harap hal itu terjadi kalau kita bermukin di negara lain. Kalau di Indonesia ada si Mbak atau si Bibik yang bisa diandalkan untuk membantu mencuci piring atau mengasuh anak, tinggal di luar berarti kita harus siap mengandalkan diri sendiri atau berbagi tugas dengan pasangan. Cucian menumpuk atau ada tikus di dapur….Ya kudu puter otak sendiri – jangan harap bisa minta tolong sama Mamang tukang sampah untuk membantu mengusir tikus. Tugas keseharian benar-benar tanggung jawab sendiri dan sangat jarang untuk bisa benar-benar libur, kecuali kalau sudah ada kesepakatan dengan pasangan. Demikian juga urusan masak-memasak; kalau libur, mau dikasih makan apa anak-anak? Masalahnya kalau sering-sering jajan, bisa jebol ini kantong hihihi….. Belum lagi masalah selera yang kadang tidak cocok dengan masakan setempat.
Masalahnya bisa berbeda kalau kebetulan tempat kita tinggal berdekatan dengan tetangga sesama orang Indonesia yang doyan masak. Seperti saya waktu di Madinah yang lumayan sering dapat kiriman kue dan masakan enak-enak dari tetangga yang baik hati atau dapat lungsuran sisa makanan dari travel umrah yang makanan jamaahnya tidak habis.
Gengsi? Ke laut aja kalee….Tinggal di luar negeri bukan berarti berfoya-foya lho ya… kecuali kalau tabungan sudah menumpuk atau tanah ada dimana-mana alias kehidupan sudah pasti terjamin ketika pulang ke tanah air nanti. Kalau bagi saya, tinggal di luar negeri artinya ya penghematan. Dan juga menahan diri dari hal-hal yang bisa didapat dengan mudah di tanah air. Misalnya kangen makan batagor atau bakso tapi jangan harap ada yang lewat. Jadinya asyik googling untuk cari tahu gimana cara bikin sendiri.
Maka jangan heran kalau ibu-ibu pemukim luar negeri adalah istri-istri binangkit – jago masak, beberes rumah dan ngurus anak, karena semuanya dikerjakan sendiri. Pokoknya salut berat deh.
- Bergabung di komunitas warga Indonesia. Sebagai sesama warga Indonesia di negara asing; jalinan persaudaraan harus benar-benar erat. Ya, kepada siapa lagi kita menengok apabila kebetulan membutuhkan bantuan. Sebagai sesama perantau, tentu sama-sama mengetahui situasi yang dihadapi di negeri orang; susah-senangnya. Kadang saling ketergantungannya cukup besar; bahkan tak jarang tetangga atau teman yang kita jumpai di sana lebih terasa sebagai saudara atau bahkan keluarga dibandingkan dengan saudara sedarah di tanah air. Hanya saja, ya itu….lingkup pergaulan terasa tidak terlalu luas dibandingkan dengan di tanah air. Apabila di tanah air kita akan banyak bertemu orang baru dalam pergaulan kita atau karena berbagai urusan, misalnya; tapi kalau kebetulan kita tinggal di negara yang warga Indonesianya sedikit ya harus terima saja kalau tiap ada pertemuan ketemunya dengan orang –orang yang sama. Istilahnya 4 L lah….Loe lagi loe lagi.
- Serunya tinggal di luar negeri adalah kesempatan yang terbilang jarang untuk melihat kebudayaan dan pemandangan yang berbeda dengan di tanah air. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Percaya deh… biar nggak punya uang atau bermodal nekad sekalipun; jangan sia-siakan kesempatan untuk berpetualang menelusuri dan menikmati suasana dan budaya setempat yang berbeda dengan tanah air; seperti menikmati kulinernya atau berbincang dengan warga setempat. Mumpung jaraknya dekat. Jangan seperti saya yang menyesal setelah kembali ke Indonesia. Jauh-jauh berkelana di Madinah paling jauh cuma sampai Mekah atau Jeddah. Bahkan Thaif atau Made in Saleh yang tergolong tempat ngetop di Saudi pun belum sempat saya kunjungi. *tepok jidat* Dahulu ketika ada seorang teman yang menyarankan supaya kami mencoba travelling ke Mesir atau Abu Dhabi karena jaraknya terhitung dekat dari Saudi-daripada bolak-balik pulang kampung ke Indonesia- saya hanya tertawa. Sekarang? Huhuhu…. saya hanya bisa gigit jari dan berharap suatu hari dapat kesempatan untuk berpetualang lagi *lirik suami* Aamiin ya Robb.