Maaf kalau tulisan tentang Madinah masih berkali-kali muncul di blog ini. Tiada lain karena saya ingin mendokumentasikan seluruh tulisan saya yang berceceran disana-sini; termasuk beberapa tulisan di blog Kompasiana yang tidak dapat saya buka berhubung lupa passwordnya๐๐. Ini adalah tulisan saya yang berkisah tentang Madinah dimana saya sempat tinggal selama hampir dua tahun. Dua tahun yang sangat berkesan๐๐ Saya sungguh merasa mendapat kehormatan bisa tinggal di Madinah. Tulisan ini di Kompasiana kalau ga salah sempat masuk Headline (HL) Untuk para pembaca Kompasiana mungkin paham, tidak mudah mendapatkan predikat HL atas tulisan yang diaplod di blog Kompasiana. Ini kehormatan yang kedua bagi saya. Silakan simak kisahnya.
KESAN PERTAMA
Ketika
pertama kali turun dari pesawat, saya segera disambut terik matahari bulan Juli.
Saat itu sedang puncaknya musim panas. Suhu mencapai kira-kira 40 derajat
celcius. Angin kering bertiup sepoi. Membawa aroma padang
pasir di kota
Madinah, tempat saya akan tinggal selama
hampir dua tahun untuk mendampingi suami yang bekerja disana.
Meski
ada angan terukir bahwa kelak akan bisa berkunjung ke Madinah, tak terbayangkan
bahwa saya akhirnya benar-benar menapakkan kaki disana, menghirup udaranya dan
sempat merasakan jadi bagian darinya. Madinah, kota tempat Rasulullah bermukim
setelah hijrah sampai wafatnya beliau. Kota yang amat beliau cintai setelah
Mekah. Berada di Madinah selama beberapa waktu membuat mata saya terbuka untuk
mengenal lebih jauh sisi lain kehidupan dan masyarakat kota Madinah. Dari
‘Aisyah ra berkata; ketika kami masuk, Madinah adalah negeri tempat
bersarangnya penyakit, lalu Rasulullah saw berdo’a:Ya Allah, berikanlah
kecintaan kami kepada Madinah, sebagaimana Engkau berikan kecintaan kepada
Mekah, atau lebih dari itu, dan bersihkanlah ia serta berkatilah kepada kami
dalam makanan dan bekalnya, dan gantilah wabah penyakitnya dengan juhfah
(Shahih Bukhari, no. 1889; Shahih Muslim, no. 1376, sumber : Sejarah Madinah
Munawwarah oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)
Tiba
di Madinah, segera tersaji pemandangan yang jauh berbeda dengan suasana yang
biasa saya jumpai di tanah air. Melewati batas kota Madinah, tampak padang
pasir terhampar diselingi bukit batu di sisi kanan dan kiri jalan raya. Suasana
tampak sepi dan gersang. Satu dua buah toko yang menjual minuman dingin dan
rumah-rumah penduduk bermunculan di sisi jalan. Mendekati pusat kota, keramaian bertambah. Rumah dan toko yang
berjajar semakin banyak. Di
salah satu sudut kota, tampak deretan toko-toko yang cukup rapi berbaris di
tepi jalan. Sungguh elok melihat jajaran etalase dengan berbagai jenis barang
yang tersaji dan arsitektur bangunan toko yang menyegarkan mata. Namun, pada
sudut kota yang lain terlihat pemandangan yang bertolak belakang. Beberapa
rumah dan bangunan tampak dibangun di bukit-bukit batu dengan arsitektur
sederhana, terkesan seadanya. Memasuki pusat kota, tampak Mesjid Nabawi berdiri
dengan megahnya. Saat itu pembangunan sedang giat dilakukan dalam rangka
perluasan mesjid Nabawi. Pemukiman dan pusat keramaian penduduk semuanya
berputar mengelilingi masjid yang sekaligus merupakan pusat kota Madinah.
PENDUDUK MADINAH
Penduduk
Madinah tergolong multi etnis. Mayoritas berkebangsaan Arab. Selain warga asli
arab saudi, terdapat juga penduduk yang
berasal dari negara timur tengah lain seperti Mesir, Suriah, Jordan,
Libanon dan Turki. Selain itu, ada juga penduduk dari negara asia lainnya
seperti Bangladesh, India, Pakistan,
Filiphina dan Indonesia.
Warga Bangladesh dan
Indonesia cukup dikenal sebagai pekerja
di sektor informal seperti supir, petugas kebersihan atau penjaga toko. Selain
itu, warga negara afrika seperti Sudan juga banyak ditemui di Madinah.
Pertama
kali tiba, saya harus memakai abaya (baju
luar berwarna hitam) dan burqa atau
cadar. Saya sempat merasa canggung ketika pertama kali memakai cadar yang cukup
rapat menutup wajah dan hanya menyisakan sedikit celah untuk mata. Sebagian
wanita warga Saudi bahkan melengkapi cadarnya dengan tabir berupa sehelai kain
tipis berwarna hitam sehingga raut wajah mereka benar-benar tidak terlihat dari
luar.
AKTIVITAS SEHARI-HARI
Banyak
aktivitas yang biasa kami lakukan selama tinggal di Madinah. Pada malam-malam musim panas biasanya saya
berjalan santai bersama suami untuk sholat maghrib atau isya di masjid nabawi
sambil mendorong kereta bayi sementara si kecil tertidur lelap didalamnya.
Apabila ia terjaga, ia akan menyepakkan kaki-kaki mungilnya sambil menatap
langit Madinah yang indah di waktu malam. Dari kejauhan, kemilau kubah mesjid
nabawi serta adzan yang syahdu berkumandang sungguh sempurna mengundang kami
dan warga madinah lainnya yang datang berduyun-duyun untuk segera bersujud
kepada Sang Khalik.
Kami
tinggal di kawasan Tarik Salam. Jarak antara imaroh (rumah) kami dengan mesjid Nabawi tidak terlampau jauh, bisa
ditempuh setengah jam berjalan kaki dengan santai. Sungguh nyaman menyusuri
jalan sambil melihat-lihat suasana kota. Aroma kari yang khas
tercium saat kami melewati restoran arab atau turki. Di tepi jalan, kami jumpai
sekumpulan pria yang sedang mengantre roti kubus untuk makan malam atau
beberapa anak lelaki berkulit hitam yang asyik bermain bola sambil menikmati
cuaca malam yang hangat.
Pada
musim panas, di siang hari, kebanyakan warga kota memilih berdiam dalam rumah.
Biasanya mereka keluar rumah ba’da ashar
atau ba’da isya saat cuacanya sudah lebih bersahabat. Pada malam hari, beberapa
kawasan mengalami kemacetan pada jam-jam tertentu, terutama pada kamis malam
yang merupakan “malam minggu” di Arab Saudi.
Para pemuda Saudi biasa keluar dan berjalan-jalan selepas isya’. Ada
sebagian pemuda yang masih mempertahankan tradisi dengan memakai gamis/
thob (baju tradisional Arab). Sedangkan kaum wanitanya pada umumnya
memakai abaya. Di Madinah dan Mekah yang merupakan kota suci, pemakaian abaya
disertai cadar hitam tertutup merupakan hal yang wajib dan umum ditemui.
WARGA INDONESIA DI MADINAH
Cukup
banyak warga Indonesia yang bermukim di Madinah. Kebanyakan mereka bekerja
sebagai supir, pembantu rumah tangga atau berdagang. Ada yang pekerjaannya
menjual barang-barang kebutuhan dan oleh-oleh untuk jamaah haji misalnya hati
onta, tasbih koka sampai dengan kurma muda. Selain itu, banyak juga yang
bekerja di sektor lainnya seperti travel agen (yang mengurus jamaah haji dan
umroh), catering, medis/kesehatan dan penjaga toko.
Pada
umumnya, seperti juga warga Indonesia
yang tinggal di negara asing lainnya, persaudaraan diantara warga indonesia di Madinah
cukup erat. Ibu-ibu rumah tangga warga Indonesia banyak melakukan aktivitas
bersama seperti pengajian seminggu sekali atau berenang bersama anak-anak.
Kadang-kadang bila sedang ingin berekreasi, ibu-ibu biasanya patungan menyewa
satu kolam renang untuk dipakai bersama selama beberapa jam pada malam hari,
ba’da isya. Tidak lupa, masing-masing membawa beranekaragam makanan dan kue-kue
untuk dinikmati bersama. Sedangkan acara mengaji biasanya dilakukan bergantian,
dari rumah ke rumah. Ustadznya adalah mahasiswa indonesia yang berkuliah di
Universitas Islam Madinah. Terkadang bersama bapak-bapaknya, para ibu juga
mengadakan acara kumpul-kumpul untuk sekedar bakar sate atau makan bersama.
Selain
aktivitas rumah tangga sehari-hari ada juga aktivitas yang cukup populer yang
dilakukan ibu-ibu warga indonesia yang memiliki banyak waktu luang dan ingin
menambah penghasilan. Biasanya pada malam
kamis mereka ikut Gazuran. Gazuran adalah pekerjaan sebagai pelayan pada
acara-acara pesta pernikahan yang diadakan oleh warga Arab. Biasanya pesta
berlangsung sampai menjelang subuh dengan tamu-tamu yang cukup banyak, sehingga
tuan rumah membutuhkan tenaga lepas yang bertugas menyajikan teh kepada para tamu di pesta atau menjaga abaya
para tamu.
Salah
satu pekerjaan menyenangkan yang kadang dilakoni ibu-ibu adalah menjadi guide.
Kegiatannya mengantar jamaah haji maupun umroh yang hendak berkunjung ke
raudhah. Pengetahuan tentang riwayat kehidupan rasulullah, sejarah masjid
nabawi, seluk beluk raudhah dan makam rasulullah, do’a-do’a yang
dianjurkan cukup diperlukan serta lebih
baik lagi bisa sedikit berbahasa arab. Apabila mengetahui tempat-tempat belanja
oleh-oleh yang murah dan lengkap juga bisa memperluas fungsi guidenya dengan
mengantar tamu-tamu untuk berbelanja.
BELANJA DI MADINAH
Salah
satu aktivitas lain yang juga tak kalah mengasyikkan adalah berbelanja. Untuk
urusan barang kebutuhan sehari-hari, Madinah memiliki beberapa supermarket yang
persediaan barangnya cukup lengkap. Misalnya, Sarawat yang sering
menyediakan ikan-ikan segar dan menjadi favorit bagi kebanyakan warga Filiphina
yang bermukim di Madinah. Untuk sayur dan buah segar, seperti sawi, cabe bahkan
buah durian atau manggis tersedia di Mandarin. Tentu dengan harga yang
berkali-kali lipat dari harga di tanah air. Ada pula Bin Dawood Superstore
yang menyediakan barang-barang kelontongan bahkan sampai pernak-pernik unik
untuk perlengkapan rumah. Selain itu terdapat juga pasar tradisional, misalnya
Pasar ikan yang khusus menjual ikan dan udang. Pasar ini sudah buka sejakba’da
subuh.
Sekitar
dua atau tiga kilometer dari pusat kota mesjid Nabawi, terdapat kawasan Sultona. Kawasan ini
cukup eksklusif dengan deretan gerai dan butik yang menjajakan baju, tas atau
sepatu merk terkenal. Kawasan lain yang terkenal sebagai tempat cuci mata
adalah kawasan Quba ( di sekitar mesjid Quba). Barisan toko-toko dikawasan ini
menawarkan perhiasan, baju pesta, abaya eksklusif, sepatu, tas, baju anak
sampai barang-barang kelontongan “ 1 real for all” (semua barang harga 1 real).
Tak jauh dari sini, di kawasan Tarik Qurban, terdapat toko-toko yang
menyediakan karpet buatan turki dan Persia berbagai ukuran dengan motif
yang cantik mempesona. Pada musim panas umumnya toko-toko buka sampai jam 12
malam, beberapa supermarket bahkan buka hingga 24 jam, demikian juga pada musim haji dan bulan ramadhan. Tidak
jarang jam satu dinihari saya masih asyik berjalan-jalan di supermarket untuk
berbelanja kebutuhan bulanan didampingi suami. Suasananya pun masih cukup ramai.
Salah
satu kawasan lain yang tak kalah menarik adalah pasar barang bekas atau Harraj.
Letaknya cukup jauh dari pusat kota, mendekati batas kota Madinah. Beranekaragam barang dijual
disana seperti karpet, sofa, lampu kristal, pernak-pernik rumah tangga, mesin
cuci, oven, kitchen set bahkan mobil. Kualitasnya bermacam-macam. Namun
sebagian barang-barang yang dijual disini kualitasnya masih lumayan bagus. Asal
kita pandai memilih dan menawar, kita bisa membawa barang yang kualitasnya
bagus dengan harga murah. Apalagi untuk sofa atau karpet, yang tersedia disana
umumnya kondisinya masih cukup baik. Pada umumnya warga saudi selalu berganti
model sofa atau karpet setiap lebaran, sehingga barang-barang yang dijual pun
umumnya masih dalam kondisi baik.
KULINER DI MADINAH
Salah
satu kawasan yang sering saya sambangi sekeluarga adalah kawasan Asia, terletak
tak jauh dari Masjidil Haram. Kawasan ini memang pusatnya toko-toko yang
menjual berbagai macam bahan pangan dari Asia. Mulai tahu, tempe, kangkung,
petai, bayam, bakso sampai bumbu-bumbu dapur macam sereh, laos, daun jeruk, sampai keluwek
dan daun pandan pun tersedia disini. Bahkan dengan kualitas dan kemasan yang
lebih bagus dari yang saya jumpai di pasar-pasar tradisional Indonesia. Disini
juga terdapat beberapa restoran yang menjual makanan khas Indonesia. Rata-rata
pelayannya adalah orang Indonesia. Setiap selesai sholat Jum’at merupakan waktu
yang paling ramai. Kebanyakan tenaga kerja asal Indonesia meluangkan waktunya
untuk mampir disana. Entah untuk makan atau bertemu teman. Apabila musim haji
tiba, biasanya menu yang tersedia lebih beraneka ragam. Pada bulan ramadhan,
tempat ini juga ramai. Berbagai penganan
berbuka ala tanah air seperti
cendol, kolang-kaling, bakwan dan tahu isi terdapat disana.
Selain
makanan indonesia, ada beberapa makanan ala arab yang cocok di lidah. Misalnya
ayam goreng cepat saji “Al Baik”, harganya tergolong murah. Dengan 10 real kita
bisa memperoleh empat potong ayam yang cukup besar, sepotong roti dan kentang
goreng, plus saus bawang putihnya yang lezat. Tak heran, antrian di restoran
ini nyaris tak pernah sepi. Ada
pula Al-Tazzaj, ayam panggang muda ala arab yang lezat. Yang tak kalah sedap
adalah roti kobus yang disajikan dengan
kuah kari yang banyak dijajakan
disudut-sudut kota
Madinah.
UMROH
Bertempat
tinggal di Madinah juga memiliki kenikmatan ibadah yang indah. Kami beberapa
kali berkesempatan untuk menunaikan ibadah umroh. Jarak Madinah-Mekah sejauh 6
jam dengan bus saptco atau (+- 485 km) sekitar 3-4 jam dengan mobil pribadi
bukanlah jarak yang jauh. Untuk bisa pergi umroh, tergantung kesibukan suami.
Kadang kami naik angkutan umum seperti mobil carteran/bus saptco atau ikut
rombongan dari rumah sakit, tempat suami bekerja. Di rumah sakit biasanya ada
yang mengkoordinir untuk umroh minimal sebulan sekali. Pesertanya lumayan
banyak, umumnya para perawat, dokter dan keluarganya. Memang lebih praktis
karena sudah ada yang mengurus, kami tidak perlu repot memikirkan akomodasi dan
transportasi. Apabila kami pergi umroh sendiri, biasanya kami harus mengurus
transportasinya sendiri. Sesampai di Mekah kami juga harus mencari hotel
sendiri. Sekali waktu ketika kami umroh di bulan ramadhan, saya dan suami harus
berputar-putar mencari hotel yang terjangkau harganya karena rata-rata hotel di
sekitar masjidil haram tarifnya naik hingga berkali-kali lipat dari hari biasa.
MENJALANKAN IBADAH DI MADINAH
Suasana
Madinah kesehariannya sangat tenang. Warga sibuk dengan aktivitasnya
masing-masing. Pusat keramaian biasanya di sekitar masjid terutama pada setiap
waktu sholat dan setiap hari Jum’at untuk menunaikan ibadah sholat jum’at.
Madinah bertambah ramai ketika memasuki musim haji dan bulan ramadhan. Pada
bulan ramadhan suasana masjid Nabawi sangat ramai terutama menjelang buka
puasa. Dihalaman masjid digelar tikar untuk warga yang hendak berbuka. Pada
saat itu banyak orang kaya di Madinah menyediakan makanan dan minuman untuk
berbuka puasa seperti kurma, roti, laban
(semacam yoghurt), arsir (limun)
bahkan nasi. Banyak juga warga kota yang sengaja membawa bekal untuk berbuka
puasa dan tarawih di masjid.
Ketika
musim liburan tiba, anak-anak menjadikan halaman masjid yang lapang sebagai
arena bermain rollerblade. Sementara anak-anak bermain, para orang tua
duduk-duduk minum teh dan makan bekal roti di sekitar halaman mesjid sambil
berbincang, menikmati suasana Madinah di waktu malam. Menjelang musim haji,
para warga kota akan menyingkir sementara dari masjid Nabawi. Mereka memberikan
kesempatan kepada jamaah haji yang akan menunaikan ibadah di masjid Nabawi.
Mereka cukup paham akan sesaknya masjid apabila musim haji tiba. Mereka
biasanya akan kembali mengunjungi mesjid segera setelah musim haji berakhir.
Salah satu nikmat ibadah yang sangat kami syukuri adalah
waktu yang lebih leluasa untuk mengunjungi Raudhah. Biasanya Raudhah agak sepi
setelah musim haji atau sesudah ramadhan. Kami berkunjung ke raudhah pada
waktu-waktu tertentu. Waktu yang diizinkan untuk kaum wanita mengunjungi raudhah
adalah pagi hari, sekitar jam 07.00 sampai dengan 11.00, kemudian disambung
lagi ba’da dhuhur sampai dengan sebelum ashar. Pada saat-saat seperti itu
sungguh nikmat rasanya beribadah sambil berdoa sepuasnya di Raudhah.
TEMPAT BERSEJARAH DI MADINAH
Madinah
memiliki sangat banyak mesjid dan tempat bersejarah. Adalah Masjid Quba dan
Qiblatain yang sering dikunjungi oleh jamaah haji dan umroh. Masjid Quba
terletak sekitar 2,3 km dari masjid Nabawi. Merupakan masjid pertama yang
dibangun rasulullah dan para sahabat di wilayah Madinah. Sedangkan masjid Qiblatain terletak di jalan
Khalid ibn Walid. Masjid Qiblatain
didirikan karena turunnya ayat kepada rasulullah agar memindahkan
kiblat. Pada hari-hari biasa, suasana kedua masjid ini tergolong sepi. Berbeda
dengan hiruk pikuknya jamaah yang berkunjung pada saat musim haji tiba.
Biasanya pada waktu-waktu tertentu seperti pada waktu sholat jum’at atau sholat
isya dan magrib, masjid akan dipenuhi oleh warga sekitar yang akan menunaikan
kewajiban sholat. Masjid yang lain adalah masjid Ijabah, masjid Jum’ah dan
masjid Bilal. Masjid Ijabah terletak di
dekat kawasan Asia dimana banyak terdapat toko dan restoran Indonesia. Tempat
lain yang sering diziarahi jamaah haji
adalah Jabal Uhud yang terletak dalam batas Madinah sebelah utara yang
membentang dari timur hingga barat.
BADAI PASIR
Pada waktu-waktu
tertentu tertentu saat pergantian musim dari musim dingin ke musim panas,
kadang-kadang di Madinah terdapat badai pasir yaitu badai angin yang deras
sekali dan mengandung pasir sehingga harus hati-hati agar tidak masuk ke mata.
Saking kerasnya angin, sampai-sampai jendela dan pintu yang tertutup rapat
berbunyi berderak-derak menahan hembusan angin yang kuat. Pasir yang berwarna
merah terkadang juga masuk lewat celah jendela atau bagian bawah pintu. Pada
saat seperti itu, dilarang keras membuka pintu atau jendela karena dengan
segera hembusan angin berdebu yang teramat kuat akan masuk dengan derasnya.
Syukurlah, biasanya badai ini tidak berlangsung lama.
KESEHARIAN
Meski pada umumnya warga Saudi dan negara timur tengah lainnya yang tinggal di Madinah
maupun kota-kota lainnya di arab terkesan memiliki karakter yang keras, namun
mereka memiliki hati yang lembut apabila berhadapan dengan orang tua atau
anak-anak. Beberapa kali kami mendapat kemudahan dalam suatu urusan apabila
mereka melihat si kecil yang kami bawa serta. “Habibi…habibi…(kekasih..
kekasih)” biasanya mereka mengelus kepala si kecil dengan penuh sayang.
Demikian pula halnya dengan orang tua. Penghormatan terhadap orang tua begitu
tingginya.
Walaupun
dalam keseharian cukup tenang, hidup sebagai warga negara asing tidaklah mudah.
Hal yang terutama menjadi perhatian adalah masalah keamanan. Kabar atau cerita
yang beredar tentang penculikan atau pelecehan terhadap wanita sering
terdengar. Oleh karena itu, untuk amannya biasanya kami, para ibu-ibu selalu
pergi bersama suami atau bersama rombongan ibu-ibu yang lain dengan membawa
anak-anak sehingga bisa saling mengawasi. Untuk keamanan, pergi kemanapun
apabila keluar rumah ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu iqamah (semacam kartu identitas atau
KITAS). Iqamah ini ibarat nyawa kedua bagi warga negara asing yang bermukim di
kota-kota di Arab Saudi termasuk di Madinah. Apabila kebetulan lupa membawa,
kemudian ada razia… wah… siap-siap saja berurusan dengan polisi Saudi.
Demikian,
hari-hari berlalu amat cepat di Madinah. Sampai tiba waktunya saya harus
kembali ke tanah air. Saat meninggalkan Madinah, terselip harapan di hati saya
bahwa suatu hari nanti saya masih diberikan kesempatan untuk kembali
mengunjungi kota tercinta ini. Semoga.
(Sumber
: Sejarah Madinah Munawwarah Bergambar oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)